Eropa Murka Usai Dubes China di Prancis Katakan Negara Bekas Uni Soviet Tidak Berdaulat
Kompas dunia | 24 April 2023, 02:05 WIBPARIS, KOMPAS.TV – Negara-negara Eropa bereaksi dengan marah terhadap pernyataan duta besar China untuk Prancis yang mempertanyakan kemerdekaan negara-negara bekas Uni Soviet.
Hal ini, menurut laporan Bloomberg, Minggu (23/4/2023), merusak upaya China menjadi mediator perdamaian setelah serangan Rusia ke Ukraina.
Dalam sebuah wawancara yang ditayangkan di jaringan televisi Prancis LCI, Jumat (21/4/2023) lalu, Duta Besar Lu Shaye mengatakan beberapa "negara bekas Uni Soviet" tidak punya status yang efektif dalam hukum internasional.
"Tidak ada kesepakatan internasional untuk mewujudkan status mereka sebagai negara berdaulat," kata Lu Shaye, setelah ditanya apakah ia menganggap Krimea, semenanjung yang dianeksasi oleh Rusia pada tahun 2014, sebagai bagian dari Ukraina.
Namun, komentar tersebut segera menuai kecaman dari Latvia, Lithuania, dan Estonia, yang mengumumkan rencana memanggil duta besar China di negara masing-masing untuk menjelaskan pernyataan Lu. Ketiga negara tersebut adalah mantan anggota blok Soviet yang runtuh tahun 1991.
Menteri Luar Negeri Latvia Edgars Rinkevics dalam sebuah cuitan di Twitter hari Sabtu mengatakan langkah yang dilakukan merupakan respons atas "pernyataan yang tidak dapat diterima" oleh Lu.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Estonia, Margus Tsahkna, menyebut komentar tersebut "salah dan penafsiran ulang sejarah".
Kontroversi tersebut mengancam upaya China untuk mencitrakan dirinya sebagai mediator yang mumpuni bagi perang Rusia di Ukraina, serta untuk memperbaiki hubungan dagang dan diplomatik dengan Uni Eropa.
Baca Juga: Usai Damaikan Saudi-Iran, China Ingin Fasilitasi Perdamaian Israel-Palestina
Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengunjungi Beijing dalam beberapa minggu terakhir.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Bloomberg