Rusia Diduga Bangun Kerangkeng untuk Sidang Tawanan Ukraina di Mariupol, PBB: Kejahatan Perang
Krisis rusia ukraina | 24 Agustus 2022, 12:42 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengaku khawatir dengan laporan bahwa Rusia hendak mengadili secara khusus tawanan perang Ukraina di Mariupol dari balik kerangkeng.
Menurut laporan BBC, Selasa (23/8/2022), Ravina Shamdasani, juru bicara OHCHR, menyatakan bahwa terdapat bukti pembangunan kerangkeng logam di Aula Konser Mariupol, diduga untuk “menahan tawanan perang (Ukraina) selama persidangan.”
Belakangan, foto-foto pembangunan kerangkeng untuk pengadilan kejahatan perang terhadap tawanan perang Ukraina beredar di media sosial. Kerangkeng itu dikhawatirkan akan digunakan untuk menyidang personel militer Ukraina yang ditawan.
Persidangan seperti demikian disebut termasuk perlakuan sewenang-wenang terhadap tawanan. Sebelumnya, Moskow telah membantah kabar bahwa pihaknya memperlakukan tawanan secara tidak adil dan tidak manusiawi.
Dewan Kota Mariupol, melalui kanal Telegram-nya, merilis foto-foto pembangunan kerangkeng Rusia pada 6 Agustus silam. BBC memverifikasi bahwa interior dalam foto itu sesuai dengan Aula Konser Mariupol.
Baca Juga: Malangnya Mariupol, Terancam Wabah Kolera Usai Hancur karena Serangan Rusia
Dinas intelijen Ukraina menduga Rusia hendak mengadili secara khusus tawanan perang yang mempertahankan Mariupol hingga jatuh pada akhir Mei lalu.
Wali Kota Mariupol versi Ukraina, Vadym Boychenko, mendesak komunitas internasional segera bertindak atas dugaan pembangunan kerangkeng demi pengadilan khusus ini.
“Saya meminta komunitas internasional, PBB dan Palang Merah untuk mengintervensi situasi ini sehingga aturan tentang perlakuan terhadap tawanan diberlakukan,” kata Boychenko dalam rilis Dewa Kota Mariupol via Telegram.
“Kita harus melakukan apa pun untuk memastikan bahwa para pejuang kita kembali ke Ukraina hidup-hidup dan menghindari (peristiwa) Olenivka kedua di Mariupol,” lanjutnya.
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/BBC