Takluknya Ekonomi Eropa Akibat Perang Berkepanjangan Rusia dan Ukraina
Krisis rusia ukraina | 23 Agustus 2022, 17:16 WIBFRANKFURT, KOMPAS.TV - Tahun 2022 awalnya diharapkan menjadi tahun kebangkitan Eropa, namun kini menjadi tahun yang suram, seperti laporan Straits Times, Selasa (23/8/2022).
Euforia belanja pascapandemi, didukung oleh belanja pemerintah yang berlebihan sudah siap menghentak demi mendorong ekonomi dan membantu rumah tangga yang kelelahan dan merindukan kenormalan setelah dua tahun yang mengerikan.
Tapi semua itu berubah pada 24 Februari dengan serangan Rusia ke Ukraina. Normalitas hilang dan krisis menjadi permanen.
Resesi sudah mengintip di balik pintu, inflasi mendekati dua digit dan musim dingin dengan ancaman kekurangan energi dengan cepat makin mendekat.
Suram, prospek ini masih cenderung memburuk sebelum ada peningkatan signifikan hingga tahun 2023.
"Krisis adalah hal normal yang baru," kata Alexandre Bompard, Kepala Eksekutif pengecer Carrefour.
"Apa yang biasa kita lakukan dalam beberapa dekade terakhir, inflasi rendah, perdagangan internasional, sudah berakhir," katanya kepada investor.
Baca Juga: Rusia Potong Pasokan Gas, AS Panik dan Uni Eropa Terancam Terbelah
Perubahannya dramatis. Setahun yang lalu sebagian besar peramal memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2022 mendekati 5 persen. Sekarang resesi musim dingin menjadi masalah paling mendasar.
Rumah tangga dan bisnis sama-sama menderita karena dampak perang, harga pangan dan energi yang tinggi, sekarang diperburuk oleh kekeringan yang menghancurkan dan permukaan sungai yang rendah sehingga membatasi transportasi arus barang.
Pada angka 9 persen, inflasi di kawasan euro berada pada tingkat yang belum pernah terjadi dalam setengah abad terakhir, menghajar daya beli, dimana uang yang tersisa digunakan untuk belanja bahan bakar, gas alam, dan makanan pokok.
Penjualan eceran sudah amblas, berbulan-bulan sebelum musim panas dimulai karena pembeli mengurangi pembelian mereka.
Pada bulan Juni, volume penjualan ritel turun hampir 4 persen dari tahun sebelumnya, dipimpin oleh penurunan 9 persen yang tercatat di Jerman.
Konsumen beralih ke toko diskon dan melupakan produk kelas atas. Mereka juga mulai melupakan pembelian tertentu.
"Hidup menjadi lebih mahal dan konsumen enggan untuk mengkonsumsi," kata Robert Gentz, co-CEO pengecer Jerman Zalando, kepada wartawan.
Baca Juga: Uni Eropa Sepakat Menjatah Persediaan Gas, Khawatir Rusia Potong Suplai Gas Musim Dingin
Bisnis sejauh ini mengatasi dengan baik berkat kekuatan harga yang luar biasa karena kendala pasokan yang terus-menerus. Tetapi sektor-sektor intensif energi babak belur dan merana.
Hampir setengah dari kapasitas peleburan aluminium dan seng Eropa sudah tidak beroperasi sementara banyak produksi pupuk, yang bergantung pada gas alam, kini tutup.
Pariwisata menjadi titik terang yang langka kareba sebagian orang ingin menghabiskan akumulasi tabungan dan menikmati musim panas pertama mereka tanpa kekhawatiran sejak 2019.
Tetapi bahkan sektor perjalanan dilumpuhkan oleh kapasitas dan kekurangan tenaga kerja karena pekerja yang diberhentikan selama pandemi enggan untuk kembali bekerja.
Bandara utama, seperti Frankfurt dan London Heathrow terpaksa membatasi penerbangan hanya karena mereka kekurangan staf untuk memproses penumpang.
Di Schiphol Amsterdam, waktu tunggu bisa mencapai empat atau lima jam musim panas ini.
Maskapai juga tidak bisa mengatasi masalah itu. Lufthansa Jerman harus menerbitkan permintaan maaf kepada pelanggan atas kekacauan itu, mengakui bahwa itu tidak mungkin mereda dalam waktu dekat.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV/Straits Times