Masalah Membayangi Pertemuan Menlu ASEAN yang dihadiri Rusia, China, dan Amerika Serikat
Kompas dunia | 2 Agustus 2022, 20:14 WIBPHNOM PENH, KOMPAS.TV — Para menteri luar negeri ASEAN berkumpul di Phnom Penh ibukota Kamboja bersama diplomat top dari negara mitra, Amerika Serikat, Cina, Rusia serta kekuatan dunia lainnya pada 3-5 Agustus, dibayangi sederet masalah serius mulai perang di Ukraina dan junta militer Myanmar yang mencari gara-gara dengan mengeksekusi 4 tahanan politik, seperti laporan Straits Times, Selasa, (2/8/2022).
Pertemuan Menlu ASEAN dan mitra itu dilaksanakan di tengah ketegangan atas invasi Ukraina dan kekhawatiran atas ambisi Beijing yang berkembang di wilayah tersebut.
Pertemuan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ASEAN akan melihat Menlu AS Antony Blinken dan Menlu Rusia Sergey Lavrov bersama-sama di tempat yang sama untuk kedua kalinya dalam sebulan terakhir, meskipun tidak jelas apakah keduanya akan bertemu.
Keduanya tidak bertemu secara terpisah saat menghadiri pertemuan Menlu Kelompok G20 di Bali, Indonesia, awal Juli lalu, namun melakukan kontak langsung pertama mereka sejak sebelum Rusia menginvasi Ukraina melalui panggilan telepon pada hari Jumat, ketika Blinken mendesak Moskow untuk menerima kesepakatan untuk membebaskan tahanan Amerika Brittney Griner dan Paul Whelan dan membahas masalah-masalah lain.
Turut hadir Menteri Luar Negeri China Wang Yi.
Banyak yang mendesak Beijing menggunakan kemitraannya dengan Rusia untuk mendorong diakhirinya konflik di Ukraina dan untuk membantu mempromosikan perdamaian dan kembalinya pemerintahan sipil di Myanmar setelah kudeta Februari 2021 yang memicu protes massa dan perlawanan bersenjata.
Pertemuan itu terjadi pada saat ketegangan antara Washington dan Beijing ketika AS melawan pengaruh ekonomi dan militer China yang tumbuh di Asia-Pasifik.
Baca Juga: Kekerasan di Myanmar Makin Parah, Malaysia Desak ASEAN Ambil Keputusan Besar pada KTT November
Ketua Kongres AS Nancy Pelosi sedang melakukan tur di kawasan itu dan mungkin mengunjungi Taiwan yang meningkatkan gesekan lebih lanjut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian memperingatkan pekan lalu bahwa "mereka yang bermain api akan binasa karenanya."
China menganggap Taiwan sebagai wilayahnya sendiri, dan mengatakan akan merebut kembali pulau itu dengan paksa jika dianggap perlu.
AS mengikuti kebijakan "satu China" di mana ia mengakui Beijing sebagai pemerintah China namun mempertahankan hubungan informal dan hubungan pertahanan dengan Taiwan.
Dalam percakapan telepon minggu lalu dengan Presiden AS Joe Biden, pemimpin China Xi Jinping keberatan dengan kemungkinan Pelosi mampir di Taiwan yang akan menjadi kunjungan tingkat tertinggi AS ke Taiwan dalam lebih dari 25 tahun.
Serangan Rusia ke Ukraina, dampaknya terhadap harga pangan dan energi global dan meningkatnya gesekan China dan Amerika Serikat menjadi perhatian yang tinggi bagi 10 negara ASEAN, kata Susannah Patton, direktur Program Asia Tenggara untuk Institut Lowy Australia.
"Ini adalah salah satu pertemuan regional pertama para menteri luar negeri yang diadakan secara langsung sejak 2019, jadi bagi Amerika Serikat, China, dan bahkan Rusia, pertemuan seperti ini adalah kesempatan yang sangat penting untuk menunjukkan dukungan mereka kepada ASEAN dan menunjukkan dukungan dan narasi tentang komitmen mereka terhadap keamanan dan kemakmuran regional," katanya.
Baca Juga: Kunjungan Jokowi ke Asia Timur Dinilai Perkuat Dukungan atas Keketuaan Indonesia di G20 dan ASEAN
Blinken, Wang dan Lavrov semuanya berebut pengaruh baru-baru ini dalam beberapa perjalanan ke luar negeri.
Setelah pertemuan, Blinken menuju ke Filipina dan kemudian ke Afrika.
Biden menjamu para pemimpin ASEAN di Gedung Putih bulan Mei pada pertemuan puncak pertama ASEAN - Amerika Serikat di Washington.
Selama pertemuan itu, Biden mengumumkan dia mencalonkan salah satu pembantu keamanan nasional utamanya sebagai duta besar untuk kelompok itu, menggarisbawahi pentingnya kawasan Asia-Pasifik bagi AS.
Baru-baru ini, Lavrov berfokus pada Afrika, sementara Wang mengunjungi beberapa pulau Pasifik pada bulan Mei dan melakukan kunjungan lima negara melalui Asia Tenggara bulan lalu.
Selama perjalanan itu, dia mengatakan China mempercepat pembicaraan dengan ASEAN, yang mencakup empat negara yang bersengketa dengan Beijing atas klaim teritorial di Laut China Selatan, untuk membuat pakta non-agresi yang disebut "kode etik" untuk mengubah situasi ketegangan Laut China Selatan "menjadi lautan perdamaian dan kerjasama."
Pertemuan ASEAN juga mempertemukan beberapa negara yang telah atau sedang merundingkan kemitraan dengan ASEAN, antara lain India, Jepang, Korea Selatan, Turki, Qatar, Uni Emirat Arab, Oman, Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Kanada.
Australia, khususnya, menyoroti pentingnya negara-negara ASEAN, dengan Menteri Luar Negeri Penny Wong bulan lalu mengatakan mereka harus memperhatikan aliansi baru, termasuk kelompok "Quad" Australia, AS, India dan Jepang Baru dan kelompok "AUKUS" yang terdiri dari Australia, Inggris, dan AS, bermanfaat bagi kawasan.
Baca Juga: Suarakan Murka Negara Anggota, Ketua ASEAN Kecam Eksekusi Myanmar terhadap Aktivis
“Sentralitas ASEAN berarti kami akan selalu memikirkan keamanan kami dalam konteks keamanan Anda,” katanya dalam sebuah forum di Singapura.
"Kami sangat memahami cara itu saling berhubungan. Kami percaya Australia harus menemukan keamanannya di Asia, bukan dari Asia, dan itu berarti, di atas segalanya, di Asia Tenggara."
Myanmar, dimana militer menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis pada Februari 2021, adalah anggota dari kelompok 10 negara ASEAN.
Junta militer tidak mengirim delegasi apa pun setelah anggota ASEAN lain memutuskan tidak ada perwakilan politik Myanmar yang bisa hadir.
Meningkatnya kekerasan di Myanmar menonjol dalam agenda karena ASEAN berjuang menerapkan konsensus lima poin Myanmar yang disepakati tahun lalu, menyerukan dialog di antara semua pihak terkait, memberikan bantuan kemanusiaan, segera mengakhiri kekerasan dan kunjungan utusan khusus ASEAN untuk bertemu dengan semua pihak.
Penggulingan Suu Kyi memicu protes damai yang meluas yang ditindas dengan kekerasan, dan berkembang menjadi perlawanan bersenjata. Beberapa pakar PBB mencirikan sebagai perang saudara.
Blinken mengkritik ASEAN karena tidak berbuat cukup terhadap Myanmar, yang sebelumnya dikenal sebagai Burma.
Baca Juga: Indonesia Nyatakan Masuknya Timor Leste ke ASEAN adalah Prioritas
Dimulainya kembali eksekusi yudisial pada akhir Juli, ketika junta militer menggantung empat tahanan politik, mendorong reaksi keras terhadap junta militernya, dengan Menlu Malaysia Saifuddin Abdullah mengutuk tindakan itu sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Sanksi baru sedang dipertimbangkan dan Saifuddin mengatakan menjelang pertemuan, ASEAN harus mempertimbangkan untuk membatalkan atau merevisi konsensus lima poinnya.
Dia mengatakan utusan khusus ASEAN juga perlu bertemu dengan Pemerintah Persatuan Nasional dan pemerintahan sipil bayangan yang didirikan di luar Myanmar, untuk membantu mengembangkan kerangka politik baru.
“Tujuan akhirnya adalah Myanmar yang demokratis, inklusif dan adil, damai dan harmonis, makmur yang hak-hak sipil dan politiknya dijamin oleh konstitusi,” katanya.
Menlu Indonesia Retno Marsudi mengusulkan ASEAN mengadakan pertemuan khusus tentang Myanmar, khusus membahas perkembangan terakhir.
Lebih dari 2.100 orang dibunuh junta militer sejak mengambil alih kekuasaan dan hampir 15.000 ditangkap, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah organisasi non-pemerintah yang melacak pembunuhan dan penangkapan.
“Semua perkembangan di Myanmar, termasuk hukuman mati bagi tahanan politik, menunjukkan kemunduran daripada kemajuan dari implementasi konsensus lima poin,” kata Marsudi.
Kamboja saat ini memegang kepemimpinan bergilir ASEAN, yang juga mencakup Filipina, Malaysia, Indonesia, Laos, Singapura, Thailand, Vietnam dan Brunei selain Myanmar.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV/Associated Press