Kekerasan di Myanmar Makin Parah, Malaysia Desak ASEAN Ambil Keputusan Besar pada KTT November
Kompas dunia | 30 Juli 2022, 04:45 WIBKUALA LUMPUR, KOMPAS.TV - Perlu ada keputusan besar dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pada November mendatang terkait Konsensus Lima Poin untuk dapat mengakhiri konflik di Myanmar.
Hal itu diungkapkan Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah, Jumat (29/7/2022).
“Sampai hari ini, belum ada kemajuan nyata pada Konsensus Lima Poin (5PC). Kekerasan terus berlanjut, bahkan semakin parah. Tidak ada konsultasi yang inklusif atau adil antara semua pemangku kepentingan utama dalam dialog ASEAN-junta (Myanmar). Junta memonopoli dan mempolitisasi bantuan kemanusiaan," tulis Saifuddin dalam unggahan Facebooknya.
Saifuddin lebih jauh mengatakan, dirinya telah menyarankan agar Utusan Khusus Ketua ASEAN bertemu dengan National Unity Government (NUG) dan National Unity Consultative Council (NUCC) Myanmar.
Pertemuan tersebut, menurut Saifuddin, harus dipercepat dan perkembangannya diumumkan ke publik.
"Selanjutnya, KTT ASEAN pada November ini perlu menghasilkan keputusan besar. Apakah Konsensus Lima Poin dilanjutkan? Dapatkah itu ditingkatkan? Atau butuh menciptakan sesuatu yang baru?" ujar Saifuddin.
Setelah bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan utama, termasuk NUG dan NUCC, dengan semua upaya masih berlangsung, menurut Saifuddin, ASEAN perlu memiliki kerangka kerja yang memiliki tujuan akhir dan menjabarkan semua persoalan atau proses yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan akhir tersebut.
Baca Juga: Malaysia Kecam Keras Eksekusi Mati Empat Aktivis Myanmar, Sebut sebagai Kejahatan Kemanusiaan
"Tujuan akhirnya adalah Myanmar yang demokratis, inklusif dan adil, damai dan harmonis, makmur yang hak-hak sipil dan politiknya dijamin oleh Konstitusi," kata Saifuddin.
Dalam konteks tersebut, ia mengatakan, ASEAN perlu memiliki informasi yang akurat dan terkini tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan memperolehnya langsung dari pihak-pihak yang terlibat.
Selain itu, menurut dia, perolehan informasi itu harus diikuti dengan konsultasi yang inklusif dan adil oleh semua pemangku kepentingan utama.
"Mereka perlu duduk di meja yang sama, dalam pengaturan yang aman, untuk menemukan cara mengimplementasikan kerangka kerja ini, termasuk persoalan atau proses seperti bantuan kemanusiaan yang adil dan transparan, rencana transisi dan pihak pelaksana (gencatan senjata, stabilisasi dan transisi), sebuah Konstitusi Rakyat dan pemulihan umum yang bebas dan disepakati semua pihak," ujar dia.
ASEAN perlu berperan sebagai fasilitator bersama dengan Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Myanmar, dengan partisipasi dan dukungan dari masyarakat internasional, kata Saifuddin.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/Antara