> >

Malaysia Kecam Keras Eksekusi Mati Empat Aktivis Myanmar, Sebut sebagai Kejahatan Kemanusiaan

Kompas dunia | 26 Juli 2022, 22:27 WIB
Malaysia Saifuddin Abdullah mengutuk eksekusi empat aktivis demokrasi oleh junta Myanmar dan menyebut tindakan itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. (Sumber: Antara)

KUALA LUMPUR, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengutuk eksekusi empat aktivis demokrasi oleh junta Myanmar, dan menyebut tindakan itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan seperti laporan Bernama, Selasa (26/7/2022).

Pernyataan itu dia sampaikan dalam konferensi pers, Selasa (26/7), usai pertemuan dengan Utusan Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB untuk Myanmar Noeleen Heyzer.

Heyzer menyuarakan kecaman keras Sekjen PBB atas eksekusi itu, yang dianggap sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan seseorang.

Saifuddin dan Noeleen memandang eksekusi tersebut sebagai kemunduran bagi upaya ASEAN, termasuk Konsensus Lima Poin untuk mencari solusi damai bagi Myanmar.

Noeen mengatakan, eksekusi itu terjadi kurang dari dua minggu setelah Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn, mengunjungi Myanmar. 

Eksekusi juga dilakukan hanya sekitar satu minggu sebelum para menteri luar negeri ASEAN melakukan pertemuan di Phnom Penh, Kamboja, 3 Agustus mendatang.

Baca Juga: Suarakan Murka Negara Anggota, Ketua ASEAN Kecam Eksekusi Myanmar terhadap Aktivis

Phyo Zeya Thaw tiba di parlemen Myanmar di Naypyitaw, Myanmar, pada 19 Agustus 2015. Phyo Zeya Thaw, adalah mantan anggota parlemen berusia 41 tahun dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi. Dia dieksekusi mati oleh junta militer Myanmar karena tuduhan pembunuhan berencana. (Sumber: The Associated Press.)

“Kami melihat seolah-olah junta sedang mengolok-olok konsensus ASEAN dan saya pikir kami benar-benar harus melihat ini dengan sangat serius," kata Saifuddin dalam konferensi pers yang diadakan di Gedung Parlemen Malaysia.

"Saya yakin ketika para menteri luar negeri ASEAN bertemu di Phnom Penh pada 3 Agustus nanti akan membahas ini, terlepas dari waktunya," kata dia, menambahkan.

Baik Saifuddin maupun Noeleen menyayangkan keadaan bahwa sejauh ini belum ada kemajuan nyata dalam implementasi Konsensus Lima Poin.

Karena itu, Malaysia sangat mendukung ide-ide yang diungkapkan oleh Noeleen bahwa harus ada kerangka kerja yang tepat untuk implementasinya.

Malaysia akan menyampaikan beberapa gagasan tentang kerangka kerja selama pertemuan para menlu ASEAN di Phnom Penh, untuk memastikan implementasi konsensus terus berjalan hingga mencapai tahap akhir dengan keterlibatan semua pemangku kepentingan.

Saifuddin mengatakan Malaysia memutuskan Myanmar tidak boleh mengirim perwakilan politik ke pertemuan internasional tingkat menteri mana pun.

Baca Juga: Dunia Mengutuk Eksekusi Mati yang Dilakukan Myanmar Terhadap Tahanan Politik

Dua dari empat aktivis yang dieksekusi mati junta militer Myanmar. Kyaw Min Yu, seorang aktivis demokrasi veteran, dan Phyo Zeyar Thaw, seorang anggota parlemen untuk mantan partai Liga Nasional untuk Demokrasi. (Sumber: Straits Times)

“Sebelumnya, sikap Malaysia adalah agar Myanmar tidak diundang untuk mengirim perwakilan politik ke semua KTT ASEAN karena kami tidak melihat kemajuan yang jelas dari konsensus (ASEAN),” kata dia.

Saifudin mengatakan keputusan itu dibuat dalam rapat kabinet pekan lalu dengan alasan pemerintah Malaysia serius dalam masalah perwakilan politik Myanmar.

Empat aktivis yang dieksekusi adalah anggota parlemen Liga Nasional untuk Demokrasi NLD Phyo Zeya Thaw, aktivis terkemuka Kyaw Min Yu yang dikenal luas sebagai 'Ko Jimmy', Aung Thura Zaw, dan Hla Myo Aung didakwa berdasarkan undang-undang anti terorisme.

Hukuman itu merupakan eksekusi yudisial pertama yang diketahui di Myanmar sejak 1988, menurut Amnesty International.

Eksekusi akhir pekan lalu yang mengejutkan dunia itu dilaporkan secara luas dan menuai kecaman internasional.

Sejak kudeta pada 1 Februari 2021, sedikitnya sudah 2.114 orang tewas di Myanmar oleh Dewan Administrasi Negara (SAC), yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing, dalam upayanya untuk menekan perlawanan terhadap kekuasaan militer.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/OANA/Bernama


TERBARU