> >

Dunia Mengutuk Eksekusi Mati yang Dilakukan Myanmar Terhadap Tahanan Politik

Kompas dunia | 26 Juli 2022, 05:55 WIB
Phyo Zeya Thaw tiba di parlemen Myanmar di Naypyitaw, Myanmar, pada 19 Agustus 2015. Phyo Zeya Thaw, adalah mantan anggota parlemen berusia 41 tahun dari partai pemimpin terguling Aung San Suu Kyi yang juga dikenal sebagai Maung Kyaw. Dia dieksekusi mati oleh junta militer Myanmar karena tuduhan pembunuhan berencana. (Sumber: The Associated Press.)

BANGKOK, KOMPAS.TV - Pemerintah Myanmar mengkonfirmasi bahwa mereka telah melakukan eksekusi mati pertama dalam hampir 50 tahun, Senin (25/7/2022). Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk keras eksekusi tersebut.

“Eksekusi ini menandai kemerosotan lebih lanjut dari lingkungan hak asasi manusia yang sudah mengerikan di Myanmar,” kata wakil juru bicara PBB Farhan Haq, seperti dikutip dari The Associated Press.

Mereka menggantung seorang mantan anggota parlemen, seorang aktivis demokrasi dan dua tahanan politik lainnya yang dituduh melakukan pembunuhan berencana setelah kudeta militer yang terjadi di negara itu tahun lalu.

Eksekusi tersebut, pertama kali diumumkan di surat kabar Mirror Daily yang dikelola pemerintah. Eksekusi tetap dilakukan meskipun ada permohonan grasi dari seluruh dunia untuk keempat pria tersebut, termasuk dari para ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Kamboja, yang memegang jabatan ketua bergilir ASEAN tahun 2022.

Baca Juga: Hari Ini Junta Myanmar Eksekusi Mati Aktivis Pro-Demokrasi, Puluhan Tokoh Anti-Kudeta Menunggu

"Sekretaris Jenderal mengulangi seruannya untuk segera membebaskan semua tahanan yang ditahan secara sewenang-wenang, termasuk Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi," kata Haq.

Kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet mengatakan dia kecewa dengan langkah kejam dan regresif ini. "Bagi militer yang memperluas pembunuhannya, hanya akan memperdalam krisis yang telah diciptakannya sendiri," ujar Bachelet.

Kedutaan Besar AS di Myanmar mengatakan pihaknya berduka atas hilangnya keempat pria tersebut dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga mereka sambil mengecam keputusan untuk mengeksekusi mereka.

"Kami mengutuk eksekusi rezim militer terhadap para pemimpin pro-demokrasi dan pejabat terpilih karena menjalankan kebebasan fundamental mereka," kata kedutaan AS.

Elaine Pearson, penjabat direktur Asia Human Rights Watch, mengatakan proses hukum terhadap keempatnya adalah "pengadilan militer yang sangat tidak adil dan bermotivasi politik."

Penulis : Tussie Ayu Editor : Iman-Firdaus

Sumber : The Associated Press


TERBARU