Kronologi Geger Sri Lanka: Massa vs Aparat, Rebut Istana Presiden & Bakar Rumah Perdana Menteri
Kompas dunia | 10 Juli 2022, 06:25 WIBKOLOMBO, KOMPAS TV - Sri Lanka dilanda huru-hara pada Sabtu (9/7/2022) kemarin sejak siang hingga malam hari.
Ribuan massa bentrok menembus barikade aparat yang menjaga istana presiden. Barikade jebol, orang-orang pun tumpah ruah mendudukinya.
Setelah itu mereka menggeruduk rumah perdana menteri dan membakarnya.
Dua pemimpin tertinggi negara itu digembosi habis-habisan oleh rakyatnya sendiri. Apa yang sebenarnya terjadi di Sri Lanka?
Baca Juga: Rumahnya Digeruduk Ribuan Demonstran, Presiden Sri Lanka Kabur, Dianggap Kehilangan Mandat Rakyat
Sejak Sabtu pagi, ribuan orang berbondong-bondong datang ke ibu kota untuk berunjuk rasa. Mereka marah atas situasi ekonomi yang disebut sebagai krisis terburuk dalam tujuh dekade terakhir.
Ini bukan demonstrasi pertama. Associated Press melaporkan tuntutan massa telah berlangsung berbulan-bulan sejak negara itu dinyatakan bangkrut.
Demonstrasi sedikit demi sedikit melucuti dinasti politik Presiden Gotabaya Rajapaksa, orang yang memimpin Sri Lanka selama hampir dua dekade terakhir. Orang yang dianggap sebagai koruptor dan tak becus mengurus negara.
Baca Juga: Sri Lanka Bangkrut, Sekolah Ditutup hingga Tak Bisa Beli BBM Meski dengan Uang Tunai
Sehari Sebelum Geger (Jumat, 8 Juli 2022)
Unjuk rasa pada Sabtu tak datang tiba-tiba, tetapi telah diumumkan beberapa hari sebelumnya. Sehari jelang berlangsungnya protes di negara itu, otoritas setempat memberlakukan jam malam di tujuh wilayah mulai pukul 21.00 WIB.
Aturan jam malam tersebut langsung panen kecaman dari berbagai pihak.
Anggota parlemen Sri Lanka, Mathiaparanan Abraham Sumanthiran, menyebut kebijakan itu "melanggar hukum, hanya untuk mencegah orang-orang memprotes pemerintah besok pagi."
Kecaman lain datang dari Asosiasi Pengacara Sri Lanka (BASL). Via situs web resminya, BASL melampirkan surat tertanggal 8 Juli 2022, meminta aparat mencabut aturan jam malam.
Asosiasi pengacara menyebut akan ada konsekuensi parah bagi Sri Lanka apabila aturan itu tak dicabut.
Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/AP/Newswire/NDTV