Pensiunan Jerman Mulai Andalkan Kupon Makanan akibat Inflasi, Dampak Sanksi Ekonomi Krisis Ukraina
Krisis rusia ukraina | 17 Juni 2022, 20:57 WIBBERLIN, KOMPAS.TV - Pensiunan Jerman Gabriele Washah mengantre untuk mengisi troli dengan karung-karung wortel seharga 50 sen atau sekitar 8.000 rupiah, yoghurt yang baru saja lewat tanggal penjualannya, dan seikat bunga layu.
Dengan biaya hidup yang melonjak di seluruh Eropa, pensiunan asisten toko berusia 65 tahun itu adalah salah satu dari banyak orang Jerman yang beralih ke bank makanan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti yang dilaporkan Straits Times mengutip AFP, Jumat (17/6/2022).
"Kadang-kadang saya pulang dari toko hampir menangis karena saya tidak mampu lagi," katanya di luar deretan kios di Bernau, dekat Berlin.
Terletak di gang di belakang jaringan supermarket besar, bank makanan ini menjual bahan makanan yang disumbangkan oleh supermarket dengan harga yang sangat murah, serta makanan siap saji yang juga murah.
Di sini, pelanggan dapat mengambil troli makanan lengkap dengan harga sekitar 30 euro.
Untuk Washah, itu berarti roti, mentega, dan isian sandwich favoritnya, sosis, "yang dulu berharga 99 sen tetapi sekarang terkadang harganya lebih dari dua euro".
Didorong oleh perang di Ukraina, inflasi di Jerman melonjak menjadi 7,9 persen pada Mei, level tertinggi sejak reunifikasi pada 1990. Dan, harga pangan adalah salah satu yang terkena dampak terburuk.
Baca Juga: Tingkat Inflasi Jerman Tembus Level Tertinggi Sejak 1970-an, Naik 2% setelah Perang Rusia-Ukraina
Permintaan bank makanan di seluruh negeri meningkat "secara signifikan" sejak awal tahun dan berlipat ganda di beberapa daerah, menurut juru bicara jaringan bank makanan Tafel.
Ada sekitar 1.000 skema semacam itu di Jerman, dijalankan oleh sukarelawan dan tersedia bagi pelanggan berdasarkan skema tertentu dimana warga tetap membayar walau sedikit.
Bahan makanan, meskipun disumbangkan, masih dijual daripada diberikan gratis kepada pelanggan karena Tafel harus menutupi biaya operasional, termasuk sewa dan listrik.
Organisasi juga harus memasang harga karena biaya operasional mereka meningkat.
"Ini bukan hanya satu produk," kata pensiunan berusia 69 tahun Peter Behme. "Semua harga naik."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Straits Times