Presiden Ukraina Zelensky Kecam Negara Eropa yang Masih Beli Gas dari Rusia: Itu Adalah Uang Darah
Krisis rusia ukraina | 15 April 2022, 10:37 WIBKIEV, KOMPAS.TV - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengecam negara Eropa yang masih membeli gas dan minyak Rusia, Kamis (14/4/2022).
Ia menyebut bahwa uang yang diterima Rusia dari negara Eropa itu adalah uang darah, karena berkat uang itu mereka menumpahkan darah banyak orang Ukraina.
Kritikan Zelensky itu menyasar pada Jerman dan Hungaria yang menolak embargo minyak dan gas Rusia, di mana uang dari sana membantu keuangan rezim Presiden Rusia Vladimir Putin.
Berlin sebenarnya telah menjatuhkan sanksi pada Rusia, dan Kanselir Jerman, Olaf Scholz berjanji untuk menjauh dari energi Rusia.
Baca Juga: Muslim Italia Bantu Ukraina, Berikan Zakat Ramadan 2022 bagi Rakyat Terdampak Penyerangan Rusia
Namun, ia menolak seruan untuk embargo total.
“Kami tak mengerti bagaimana Anda membuat uang dari darah,” tutur Zelensky saat diwawancara BBC dikutip dari London Evening Standard.
“Sayangnya ini yang dilakukan oleh beberapa negara, negara Eropa,” kata Zelensky.
Ia mengungkapkan beberapa rekan dan partner mereka mengerti bahwa saat ini adalah waktu yang berbeda.
“Tak ada lagi masalah bisnis dan uang. Saat ini adalah masalah bertahan hidup,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, ia meminta agara negara Barat lebih banyak mengirimkan persenjataan ke Ukraina.
Sebab, Rusia telah mengumpulkan pasukannya untuk persiapan serangan ke sebelah timur Ukraina.
Baca Juga: Ancaman Mengerikan Rusia jika Finlandia dan Swedia Gabung NATO, Siapkan Pengerahan Senjata Nuklir
“Amerika Serikat (AS), Inggris, dan sejumlah negara Eropa, mereka mencoba menolong dan membantu,” tuturnya.
“Tetapi kami masih membutuhkannya lebih cepat lagi. Kata kuncinya adalah sekarang,” kata Zelensky.
Pasukan Rusia pada beberapa pekan terakhir memang telah mundur dari area sekitar Kiev setelah perlawanan keras dari Ukraina.
Namun, Rusia dilaporkan saat ini memfokuskan serangan ke bagian selatan dan timur Ukraina.
Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti
Sumber : London Evening Standard