Gawat, Australia Percepat Pembelian Rudal Serang Berjarak Tembak 900 KM
Kompas dunia | 5 April 2022, 20:26 WIBCANBERRA, KOMPAS.TV — Australia memutuskan mempercepat rencana pembelian peluru kendali serang jarak jauh beberapa tahun lebih cepat dari jadwal karena meningkatnya persepsi ancaman yang ditimbulkan oleh Rusia dan China, seperti dilaporkan Associated Press, Selasa, (5/4/2022).
Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton hari Selasa, (5/4/2022) mengatakan percepatan upaya mempersenjatai kembali jet tempur dan kapal perang akan menelan biaya 3,5 miliar dolar Australia atau setara 2,6 miliar dollar AS untuk meningkatkan pencegahan Australia terhadap musuh potensial.
“Ada asumsi bahwa tindakan agresi China terhadap Taiwan mungkin terjadi tahun 2040-an. Saya pikir garis waktu sekarang telah dikompresi secara dramatis,” kata Dutton kepada televisi Seven Network.
“Ketika kita melihat apa yang terjadi di Ukraina, ada prospek orang Rusia pergi ke Polandia atau di tempat lain di Eropa. Itu akan menjadi pengulangan tahun 1930-an dan itu bukan sesuatu yang harus kita biarkan terjadi,” tambah Dutton, merujuk pada awal Perang Dunia II.
Di bawah jadwal yang direvisi, jet tempur FA-18F Super Hornet akan dipersenjatai dengan rudal udara-ke-permukaan buatan Amerika Serikat pada tahun 2024, tiga tahun lebih awal dari yang direncanakan.
Rudal JASSM-ER akan memungkinkan jet tempur Australia untuk menyerang target pada jarak tembak peluru kendali sejauh 900 kilometer.
Baca Juga: China dan Kepulauan Solomon Teken Draft Pakta Keamanan, Australia, Selandia Baru dan AS Khawatir
Fregat Kelas ANZAC Australia dan perusak Kelas Hobart akan dilengkapi dengan rudal Kongsberg NSM buatan Norwegia pada tahun 2024, lima tahun lebih cepat dari jadwal.
Rudal tersebut punya kemampuan lebih dari dua kali lipat jangkauan serangan kapal perang.
Jadwal baru pembelian senjata itu datang setelah Kepulauan Solomon mengumumkan rancangan pakta keamanan dengan China.
Berdasarkan ketentuan dalam pakta tersebut, China dapat mengirim personel militer ke pulau-pulau Pasifik Selatan untuk membantu menjaga ketertiban dan untuk alasan lain.
Pakta itu juga mengizinkan China mengirim kapal perang ke Kepulauan Solomon untuk persinggahan dan untuk mengisi kembali persediaan, yang menimbulkan spekulasi tentang kemungkinan pangkalan angkatan laut China di sana.
China membantah mencari pijakan militer di pulau-pulau itu dan menuduh negara lain meningkatkan ketegangan.
Baca Juga: Australia Umumkan Akan Bangun Pangkalan Singgah Kapal Selam Nuklir Amerika Serikat dan Inggris
Komandan Armada Pasifik AS Samuel Paparo mengatakan kepada wartawan di Washington hari Senin, pakta Solomon-China “sangat memprihatinkan.”
"Tidak diragukan lagi, saya khawatir ... dan ini menjadi perhatian semua mitra kami di seluruh Pasifik barat dan terutama Australia dan Selandia Baru," kata Paparo kepada Australian Broadcasting Corp.
Anne-Marie Brady, rekan di Woodrow Wilson Center di Washington dan profesor politik di University of Canterbury di Selandia Baru mengatakan kekuatan musuh yang mengendalikan Kepulauan Solomon akan berdampak langsung pada jalur laut yang menghubungkan negara-negara Pasifik Selatan.
“Tidak ada pembenaran bagi China untuk membangun kehadiran militer di Kepulauan Solomon,” kata Brady.
“Ini dimaksudkan untuk memutuskan Australia dan Selandia Baru dari dukungan militer AS. ... Ini adalah ancaman langsung dan jangka panjang,” tambahnya.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Associated Press