Bahan Baku Opium dan Heroin, Taliban Larang Tanaman Poppy di Seluruh Afghanistan
Kompas dunia | 4 April 2022, 02:24 WIBKABUL, KOMPAS.TV – Pemimpin tertinggi Taliban memerintahkan pelarangan budi daya tanaman poppy di Afghanistan. Pemerintah garis keras Islam ini juga memperingatkan akan menindak petani yang menanam tanaman tersebut.
Afghanistan adalah produsen bunga poppy terbesar di dunia, yang getahnya diproses menjadi opium dan heroin, di mana beberapa tahun terakhir produksi dan ekspor dari negara ini dilaporkan meningkat pesat.
"Semua warga Afghanistan diberitahu mulai sekarang penanaman opium dilarang keras di seluruh negeri," kata sebuah dekrit yang dikeluarkan oleh Pemimpin Tertinggi Hibatullah Akhundzada, seperti dilansir France24, Minggu (4/4/2022).
Perintah itu dibacakan juru bicara pemerintah Zabihullah Mujahid pada pertemuan dengan wartawan, diplomat asing, dan pejabat Taliban.
“Jika ada yang melanggar aturan tersebut, tanaman akan langsung dimusnahkan dan pelanggarnya akan diperlakukan sesuai dengan hukum syariah,” tambahnya.
Ini bukan pertama kalinya Taliban bersumpah melarang produksi dan perdagangan getah tanaman poppy. Produksi dilarang tahun 2000, tepat sebelum Taliban digulingkan pasukan pimpinan Amerika Serikat setelah serangan 11 September.
Selama 20 tahun pemberontakan mereka melawan pasukan asing, Taliban memungut pajak yang besar bagi para petani yang menanam tanaman poppy di daerah-daerah yang mereka kuasai, kata para ahli.
Baca Juga: Taliban Kembali Kuasai Afghanistan, Perdagangan Heroin di Eropa Diyakini Bakal Krisis
Budi daya tanaman poppy selama ini menjadi sumber daya utama pendapatan Taliban. Petani opium Abdul Rahman, seperti dikutip France24, mengatakan larangan tersebut merupakan pukulan bagi mata pencahariannya.
"Kami mengambil pinjaman untuk menanam ini. Jika tanaman ini dihancurkan, pendapatan kami akan hilang," kata Rahman, yang berasal dari provinsi selatan Kandahar, pusat kekuatan de facto Taliban.
"Kami juga tidak suka membudidayakan tanaman ini dan muak dengannya. Kami tahu generasi mendatang akan kecanduan tetapi kami terpaksa menanamnya."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : France24