> >

Eksekusi Mati Terhenti 2 Tahun karena Pandemi, Singapura Gantung Pengedar Narkoba Pertama Hari Ini

Kompas dunia | 30 Maret 2022, 13:50 WIB
Patung Merlion dengan latar belakang kawasan distrik bisnis di Singapura, 21 September 2019. Pada Rabu (30/3/2022), Singapura kembali mengeksekusi mati seorang pria atas kejahatan perdagangan narkoba, setelah terhenti selama dua tahun karena pandemi Covid-19. (Sumber: AP Photo/Vincent Thian, File)

SINGAPURA, KOMPAS.TV – Singapura menghukum mati seorang pria warganya dengan cara digantung atas kejahatan perdagangan narkoba, Rabu (30/3/2022).

Melansir Associated Press, eksekusi mati itu menjadi eksekusi pertama di Singapura selama lebih dari dua tahun belakangan.

Singapura yang memiliki undang-undang antinarkoba keras, sempat menghentikan eksekusi lantaran pandemi Covid-19. Hukuman mati terakhir dijatuhkan pada November 2019. 

Abdul Kahar Othman, 68 tahun, digantung pada Rabu (30/3) pagi.

Baca Juga: Hapus VTL, Singapura Buka Perbatasan Sepenuhnya untuk Wisatawan Tanpa Karantina Mulai 1 April

Menurut aktivis anti-hukuman mati Kirsten Han, eksekusi itu tetap dilakukan kendati para aktivis, termasuk kantor hak asasi manusia PBB, meminta untuk mengubah hukuman Kahar menjadi hukuman penjara seumur hidup. 

Pada Selasa (29/3) malam, Han dan sejumlah aktivis lainnya bahkan berjaga di luar penjara Kahar.

Kahar berasal dari keluarga miskin dan telah berjuang melawan kecanduan narkoba sejak ia masih remaja. Kahar, kata Han, menghabiskan lebih banyak waktu di balik bui ketimbang sebagai orang bebas. Ia dibebaskan dari penjara pada 2005 setelah penahanan preventif selama satu dekade. Pada 2013, Kahar dihukum karena perdagangan narkoba dan dihukum mati dua tahun kemudian.

Penahanan Kahar tanpa rehabilitasi yang layak, kata Han, membuat Kahar sulit menempuh jalan hidup yang baru.

Bersama sejumlah kelompok HAM lain dan PBB, Han menyatakan keprihatinan lantaran eksekusi mati kemungkinan akan dipercepat setelah terhenti selama dua tahun.

Penulis : Vyara Lestari Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU