> >

Ini Satu-Satunya Cara Mengakhiri Konflik Rusia-Ukraina Menurut Pakar Studi Eropa UGM

Krisis rusia ukraina | 28 Februari 2022, 18:43 WIB
Seorang tentara Ukraina merokok di depan kendaraan lapis baja di luar kota Kharkiv, Ukraina, Sabtu (26/2/2022). Pakar studi Eropa UGM, Muhadi Sugiono, menilai aksi militer Rusia berakar pada kecemasannya terhadap Ukraina yang akan bergabung dengan NATO. (Sumber: AP Photo/Andrew Marienko)

 

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar studi Eropa UGM Muhadi Sugiono ikut angkat bicara perihal konflik Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung. Peneliti senior Institute of International Studies (IIS) ini menilai aksi militer Rusia berakar pada kecemasannya terhadap Ukraina yang akan bergabung dengan NATO.

Muhadi menjelaskan, ekspansi keanggotan NATO dinilai Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai sinyal pengkhianatan negara-negara pemenang perang dingin terhadap Rusia. Ekspansi NATO ke wilayah timur mengancam posisi Ukraina sebagai benteng terakhir Rusia.

“Jika Ukraina bergabung dengan NATO, maka perbatasan antara Rusia dan NATO sangat berhimpitan,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (28/2/2022).

Baca Juga: Konflik Rusia-Ukraina, Apa Dampaknya ke Perekonomian Indonesia?

Oleh karena itu, Presiden Putin terlebih dahulu melancarkan manuver-manuver agresif, seperti menganeksasi Krimea, Donetsk, dan wilayah-wilayah bagian timur untuk menutup kemungkinan afiliasi NATO dengan Ukraina.

Muhadi menduga, saat ini, Rusia dilanda kecemasan terhadap prospek hilangnya zona-zona penyangga (buffer zones) yang dapat menyokong keamanannya, khususnya Ukraina.

Ia menengarai konflik Rusia-Ukraina semakin kompleks jika Amerika Serikat, Eropa, dan NATO menggunakan paradigma menghukum Rusia melalui sanksi ketat.

Cara berpikir ini, kata Muhadi, merupakan warisan euforia kemenangan AS dan sekutunya dalam Perang Dingin.

“Merasa superior, Amerika Serikat dan sekutunya merasa percaya diri untuk menekan dan menghimpit Moskow,” ucapnya.

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU