Mantan Menlu Inggris: Barat Akibatkan Kerusakan Parah di Afghanistan
Kompas dunia | 22 Februari 2022, 03:05 WIBLONDON, KOMPAS.TV - Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris David Miliband mengatakan Barat telah mengakibatkan kerusakan parah di Afghanistan dengan membiarkan rakyat Afghanistan kelaparan.
Dia merujuk pada keputusan Amerika Serikat (AS) dan Bank Dunia membekukan aset Afghanistan.
"Jika kita ingin menciptakan negara yang gagal, kita tidak memiliki paduan kebijakan yang lebih efektif daripada yang kita punya saat ini," kata Miliband kepada Guardian.
Miliband salah satu di antara pihak-pihak yang mendesak pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan Bank Dunia untuk membebaskan aset Afghanistan tidak hanya untuk bantuan kemanusiaan tapi juga untuk pemulihan ekonomi Afghanistan.
"Saya sama sekali tidak mengerti ketiadaan urgensi untuk membuat hal ini bergerak. Ini benar-benar membuat saya bingung bahwa kita membiarkan ini menjadi jauh lebih buruk dengan cepat," ujarnya.
Dia mengatakan krisis yang terjadi di Afghanistan sangat parah sehingga seruan PBB untuk dana sebesar USD4 miliar tahun ini yang akan disampaikan dalam sebuah konferensi bulan depan, berkemungkinan melonjak menjadi USD10 miliar pada tahun depan.
Baca Juga: AS Alihkan Setengah Aset Afghanistan untuk Korban 9/11, Aktivis: Gedung Putih Maling!
Sejumlah laporan menyebutkan, Bank Dunia berkemungkinan akan bertemu pada Maret untuk membebaskan aset Afghanistan senilai USD1 miliar yang sebelumnya ditahan.
"Apa yang kita lakukan bukan memperburuk kondisi bagi Taliban, ini memperburuk kondisi rakyat. Kita tidak sedang menghukum Taliban. Rakyat jelata Afghanistan lah yang membayar akibatnya," ungkap Miliband.
"Ini bukan saja malapetaka dalam hal pilihan, tapi juga malapetaka bagi reputasi. Ini kebijakan yang membiarkan orang-orang kelaparan."
Menurut Program Pangan Dunia (World Food Program/WFP), sekitar 23 juta orang, separuh dari total penduduk Afghanistan, tidak memperoleh makanan yang mencukupi baik secara kuantitas maupun gizi.
Penulis : Edy A. Putra Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Guardian/CGTN