Kenalkan, Ini Batalion Babushka dari Ukraina, Berisi Nenek-Nenek Berkemampuan Tempur dan Bertahan
Kompas dunia | 16 Februari 2022, 07:15 WIBMARIUPOL, KOMPAS.TV – Valentyna Konstantinovska, 79, menyatakan siap angkat senjata dan melawan tentara Rusia baik bertempur maupun tarung satu lawan satu untuk melindungi kotanya jika Presiden Vladimir Putin memerintahkan invasi ke Ukraina.
Setelah menjadi sukarelawan sejak konflik pecah di negara itu pada 2014, Konstantinovska dan pasukan "babushka", yaitu nenek-nenek, telah menggali parit, menyediakan persediaan, membuat jaring, menawarkan perawatan medis, dan bahkan membangun menara pengintai, seperti dilaporkan Al Jazeera, Selasa (15/2/2022).
Saat ketegangan dengan Rusia memasuki minggu kritis di mana Amerika Serikat memperingatkan bahwa pasukan Rusia dapat kapan saja menyerbu untuk merebut Ukraina hanya dalam beberapa hari, kaum perempuan dilaporkan siap melakukan apa pun untuk membantu upaya perang, bahkan meluncurkan batalion babushka.
“Saya mencintai kota saya, saya tidak akan pergi. Putin tidak bisa menakut-nakuti kita. Ya, itu menakutkan, tetapi kami akan membela Ukraina kami sampai akhir,” kata Konstantinovska dalam sebuah acara untuk melatih penduduk kota bagaimana mempersiapkan dan membela diri.
Diselenggarakan oleh gerakan sayap kanan Azov, pelatihan tersebut memberi pelatihan dasar perawatan medis tempur dasar, kemampuan bertahan hidup dan evakuasi, serta bagaimana mengamankan dan menembakkan senjata.
Warga mengatakan itu adalah satu-satunya pelatihan keselamatan atau kesadaran yang mereka terima selama hampir delapan tahun konflik.
“Saya sudah bermimpi sejak 2014 untuk belajar menggunakan pistol, tetapi saya ditegur, 'babushka, kamu terlalu tua untuk itu. Anda akan terlempar ke belakang saat menembak,” kata Konstantinovska, saat berbaring di matras yoga dengan mantel sutra berwarna lemon untuk berlatih membidik dengan senapan serbu model AK-47.
Baca Juga: Latihan Militer Hampir Selesai, Rusia Tarik Sebagian Pasukan dari Perbatasan Ukraina
'Seperti anak-anakmu sekarat'
Gerakan Azov, unit militer infanteri sukarelawan sayap kanan, adalah kaum ultra nasionalis yang dituduh menyembunyikan ideologi neo-Nazi dan supremasi kulit putih.
Sayap politik yang berbasis di Kiev mendapat sedikit dukungan, dan mereka gagal meraih kursi di parlemen pada pemilihan terbaru pada 2019.
Namun, di Mariupol, pasukan militer Azov sering dilihat sebagai pembela kota setelah mereka merebutnya kembali dari pendudukan singkat oleh separatis yang didukung Rusia pada 2014.
Berbasis di daerah yang berjarak 40 km dari kota pelabuhan strategis, mereka berada di lini pertama garis pertahanan jika terjadi serbuan.
Sejak Azov dilarang dari Facebook pada 2019 karena menyebarkan ujaran kebencian, acara tersebut diiklankan melalui Instagram tanpa menyebutkan keterlibatan Azov dan tidak semua dari 300 atau lebih peserta tahu siapa yang menyelenggarakannya.
Bagi Konstantinovska, yang berbeda pandangan politik dengan kelompok Azov, satu-satunya ideologi yang dia pedulikan adalah “membela tanah air mereka”, yang dia setujui dengan sepenuh hati dan bersedia melakukan apa yang dia bisa untuk membantu.
Liudmyla Smahlenko, 65, kehilangan seorang kerabat yang terbunuh saat memerangi separatis di Ukraina timur pada 2015.
Dia mengatakan, setelah bertahun-tahun menjadi sukarelawan untuk upaya perang, dia memiliki hubungan batin yang kuat dengan para pemuda yang berperang.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Al-Jazeera