Populasi Susut, Jepang Perlu Rekrut Pekerja Asing 4 Kali Lipat agar Ekonomi Tumbuh sesuai Target
Kompas dunia | 3 Februari 2022, 18:27 WIBTOKYO, KOMPAS.TV - Jepang membutuhkan sekitar empat kali lebih banyak pekerja asing pada tahun 2040 untuk mencapai target pertumbuhan yang digariskan pemerintah Jepang dalam proyeksi ekonominya. Hal ini dikatakan sekelompok think-tank publik yang berbasis di Tokyo, Kamis (3/2/2022), seperti dilansir Straits Times.
Temuan ini menyoroti peningkatan ketergantungan Jepang pada tenaga kerja migran untuk menebus populasi yang menyusut. Sementara, kemampuan negeri matahari terbit menarik bakat dari luar negeri makin diragukan, lantaran ketatnya kontrol perbatasan akibat Covid-19 hingga menutup arus masuk siswa magang dan pekerja.
Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi tahunan rata-rata 1,24 persen, berdasarkan skenario "pertumbuhan tinggi" bullish yang ditetapkan pemerintah dalam proyeksi jangka panjangnya, Jepang harus menambah jumlah pekerja asing menjadi 6,74 juta orang tahun 2040.
Kesimpulan itu dikeluarkan sekelompok lembaga think tank, termasuk unit penelitian Badan Kerjasama Internasional Jepang JICA yang berafiliasi dengan Kementerian Luar Negeri, seperti terungkap dalam laporan tersebut.
Angka itu hampir 300 persen lebih banyak dari 1,72 juta pekerja asing yang ada di Jepang saat ini, yang merupakan sekitar 2,5 persen dari angkatan kerja.
Kesimpulan penelitian tersebut berdasarkan asumsi bahwa Jepang akan kehilangan lebih dari 10 persen tenaga kerja domestiknya selama dua dekade mendatang.
Populasi Jepang mencapai puncaknya pada tahun 2008 dan sejak itu menurun karena tingkat kelahiran yang rendah. Pada tahun 2021, populasi Jepang tercatat sekitar 125 juta jiwa, dengan jumlah populasi usia kerja menyusut lebih cepat karena penuaan.
Baca Juga: 77 Persen Warga Jepang Gelisah, Apa sih yang Dikhawatirkan?
Studi ini juga memperhitungkan stok modal, yang diasumsikan akan terus tumbuh sebesar 1 persen per tahun berkat investasi dalam teknologi otomasi.
Pertanyaan tentang pekerja asing dan imigrasi secara umum telah lama menjadi perbicangan yang sensitif di negara ekonomi terbesar ketiga di dunia, di mana banyak orang mengutamakan homogenitas etnis.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Straits Times