> >

Laporan Media Asing: Indonesia Mungkin Izinkan Lagi Ekspor Batu Bara Mulai Selasa

Kompas dunia | 10 Januari 2022, 21:46 WIB
Pemerintah Indonesia mungkin akan mengizinkan ekspor batu bara mulai hari Selasa (11/1/2022), kata Menteri Koordinator Marinvest Luhut P. Panjaitan hari Senin, (10/1/2022) karena meningkatnya tekanan pada Indonesia, eksportir batu bara termal terbesar dunia, untuk mengakhiri larangan yang diberlakukan pada Tahun Baru, seperti dilansir Straits Times, Senin, (10/1/2022) (Sumber: Straits Times)

Perusahaan pelayaran berupaya mencari solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan batu bara PLN, kata Ibu Carmelita Hartoto, Ketua Umum Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia.

Seorang juru bicara PLN tidak segera menanggapi permintaan perincian tentang situasi pasokan terbarunya.

Pandu Sjahrir, Ketua Umum Asosiasi Penambang Batubara Indonesia (ICMA), mengatakan, PLN diperkirakan memiliki pasokan batu bara selama 10 hari.

PLN sendiri mengatakan telah mengamankan 13,9 juta ton batu bara tetapi menginginkan 20 juta ton untuk mencapai tingkat persediaan 20 hari untuk pembangkit listriknya.

“Kami siap menyuplai batu bara sesuai dengan jumlah yang diinginkan PLN,” kata Pandu. "Masalahnya sekarang adalah tentang pengiriman, tetapi harus ada solusi untuk ini segera."

Baca Juga: Terancam Krisis Listrik, Filipina Desak Indonesia Akhiri Pelarangan Ekspor Batu Bara

Ilustrasi tambang batu bara. Keputusan Presiden Jokowi melarang ekspor batu bara membuat harga komoditas itu naik tajam. Pasalnya RI merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia (5/1/2022). (Sumber: Dok. PLN)

Fabby Tumiwa, direktur eksekutif di Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah think tank energi, mengatakan, pengangkutan batu bara ke pembangkit listrik bisa memakan waktu hingga 10 hari.

Tetapi selama musim hujan seperti Januari, pengisian batu bara ke kapal saja bisa memakan waktu hingga empat hari, tergantung pada ukuran kapal dan infrastruktur.

Fabby mengatakan, penambang kecil menghadapi risiko batu bara mereka tidak memenuhi spesifikasi PLN, yang tidak memiliki fasilitas pencampuran batu bara.

“Risiko (penambang kecil) adalah kalau setelah dikirim, batu baranya hanya ditolak PLN. Mereka juga tidak bisa menggunakan tongkang kecil jika ingin mengirim ke pembangkit PLN di Jawa dan Sumatera,” kata Fabby.

"Mereka membutuhkan kapal yang lebih besar, yang berarti mereka harus menunggu batu bara mereka dikumpulkan bersama... Ini adalah tantangan logistik yang rumit."

Sementara itu, Luhut mengatakan, Indonesia sedang menyusun struktur harga baru untuk apa yang disebut Domestic Market Obligation (DMO), di mana penambang diharuskan menjual 25 persen dari hasil produksinya ke pasar lokal dengan harga maksimum US$70 per ton untuk pembangkit listrik.

"DMO tidak akan menjadi masalah lagi karena kita akan membuat struktur baru dimana PLN harus membeli dengan harga pasar," katanya.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV/Straits Times


TERBARU