Buka COP26, PM Inggris Sebut Krisis Iklim seperti Bom Kiamat
Kompas dunia | 1 November 2021, 22:25 WIBGLASGOW, KOMPAS.TV - Perdana Menteri Inggris Raya Boris Johnson menyebut krisis iklim seperti “bom hari kiamat” yang siap menghancurkan Bumi.
Hal tersebut disampaikan Johnson dalam pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau COP26 di Glasgow, Skotlandia pada Senin (1/11/2021).
PM Inggris itu menganalogikan pemanasan global dengan bom penghancur Bumi dalam cerita fiksi James Bond. Dunia pun harus mencari cara untuk menjinakkannya.
“Kita ada di posisi yang sama,” kata Johnson merujuk cerita James Bond. Bedanya, “bom kiamat yang berdetik” saat ini bukanlah fiktif.
Baca Juga: Usai Hadiri G20 di Roma, Jokowi Langsung Berangkat ke Glasgow untuk KTT COP26
Johnson menyebut bom krisis iklim dibuat dari pembakaran batubara, minyak, dan gas alam. Ia pun menunjuk bahwa pemanasan global juga dimulai di Glasgow, saat James Watt membuat mesin uap bertenaga batubara.
Johnson berkata kepada hadirin bahwa waktu hampir habis untuk menangani krisis iklim. Ia menggarisbawahi bahwa di antara 130-an pemimpin yang hadir, rata-rata berusia di atas 60 tahun.
Sementara itu, generasi yang paling terdampak krisis iklim belum lagi lahir.
Sebagai langkah mengatasi krisis, Johnson menyerukan penghentian pembangkit listrik tenaga batubara serta kendaraan yang menggunakan bensin. Ia juga mendesak negara-negara kaya membantu transisi energi negara berkembang atau miskin dengan aliran dana yang besar.
Baca Juga: Serba-serbi KTT Iklim PBB: Apa Itu COP26, Inilah Fakta Kunci dan Penjelasannya
PM Inggris tersebut menyampaikan pidato suram setelah gagal mencapai komitmen tegas di KTT G20 lalu. Dalam pertemuan ekonomi-ekonomi besar dunia itu, komitmen aksi tentang krisis iklim hanyalah samar.
Setelah Johnson, giliran Sekretaris Jenderal Antonio Guterres yang bicara. Pesannya pun tak kalah suram.
“Kita sedang menggali liang kubur sendiri,” kata Guterres.
“Planet kita sedang berubah di depan mata, dari kedalaman lautan hingga puncak gunung, dari cairnya gletser hingga cuaca ekstrem tanpa ampun,” imbuhnya.
Sementara itu, Kevin Conrad, aktivis lingkungan asal Papua Nugini sekaligus ketua organisasi pemerintah Coalition for Rainforest Nations, meminta tindakan nyata negara-negara besar.
Negara-negara besar yang dirujuk Conrad adalah mereka yang tampil sebagai pemimpin geopolitik sekaligus polutan terbesar, Amerika Serikat dan China.
“Sangat penting bagi Amerika Serikat dan China untuk menunjukkan kepemimpinan sebagai dua polutan terbesar. Jika keduanya menunjukkan bahwa ini bisa diselesaikan, saya pikir mereka akan memberi harapan kepada seluruh dunia,” kata Conrad.
Pertemuan COP26 dilaporkan akan berjalan selama dua pekan. Fokus pertemuan ini adalah aksi mengatasi pemanasan global yang terus meningkat.
Perjanjian Paris 2015 mengamanatkan pembatasan kenaikan suhu Bumi 1,5 derajat Celsius dibanding masa pra-industri. Namun, dengan komitmen internasional saat ini, kenaikan suhu Bumi diproyeksikan mencapai 2,7 derajat Celsius per 2100.
Baca Juga: Pemimpinnya Absen di COP26, Biden Kritik China dan Rusia
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Associated Press