> >

AP Ungkap Penyiksaan Sistematis Junta Militer Myanmar terhadap Rakyat Penentang Kudeta yang Ditahan

Kompas dunia | 29 Oktober 2021, 07:06 WIB
Sejak pengambilalihan pemerintah pada bulan Februari, militer Myanmar menggunakan penyiksaan terhadap mereka yang ditahan dengan cara yang metodis dan sistemik di seluruh negeri, The Associated Press  menemukan dalam wawancara langka dengan 28 orang yang dipenjara dan dibebaskan dalam beberapa bulan terakhir. (Sumber: AP Illustration/Peter Hamlin)

JAKARTA, KOMPAS.TV — Tentara junta militer di pedesaan Myanmar memelintir kulit pemuda itu dengan tang dan menendang dadanya hingga tak bisa bernapas.

Kemudian mereka mengejeknya tentang keluarganya sampai hatinya juga sakit: "Ibumu," mereka mencemooh, "tidak bisa menyelamatkanmu lagi."

Pemuda itu dan temannya, ditangkap secara acak saat mereka mengendarai sepeda untuk pulang ke rumah, menjadi sasaran penderitaan berjam-jam di dalam balai kota yang diubah oleh militer menjadi pusat penyiksaan.

“Tidak ada jeda – (penyiksaan itu) konstan,” katanya. "Aku hanya memikirkan ibuku."

The Associated Press (AP) melakukan penyelidikan dan dalam wawancara dengan 28 orang yang dipenjara dan dibebaskan dalam beberapa bulan terakhir menemukan, sejak kudeta militer yang menggulingkan pemerintah sipil pada Februari, militer Myanmar menangkap dan menyiksa tahanan di seluruh negeri dengan cara yang metodis dan sistemik.

Berdasarkan bukti foto, sketsa dan surat, bersama dengan kesaksian dari tiga perwira militer yang baru saja membelot, penyelidikan AP memberikan tampilan paling komprehensif tentang sistem penahanan junta militer yang sangat rahasia dan telah menahan lebih dari 9.000 orang.

Junta militer Myanmar, yang dikenal sebagai Tatmadaw bersama polisi membunuh lebih dari 1.200 orang rakyatnya sendiri sejak Februari lalu.

Sementara sebagian besar penyiksaan terjadi di dalam kompleks militer, Tatmadaw juga telah mengubah fasilitas umum seperti balai kota dan istana kerajaan menjadi pusat interogasi, kata para tahanan.

AP mengidentifikasi selusin pusat interogasi yang digunakan di seluruh Myanmar, selain penjara dan penjara polisi, berdasarkan wawancara dan citra satelit.

Tahanan junta militer datang dari setiap sudut negara, dari berbagai kelompok etnis, dari seorang perempuan muda kecil berusia 13 hingga 16 tahun sampai kalangan biksu.

Beberapa ditahan karena memprotes militer, yang lain ditahan tanpa alasan yang jelas. Beberapa unit militer dan polisi terlibat dalam interogasi, sementara metode penyiksaan mereka serupa di seluruh Myanmar.

AP tidak mengungkapkan nama-nama tahanan  yang menjadi narasumber dan memilih menggunakan nama lain, untuk melindungi mereka dari pembalasan oleh militer.

Baca Juga: Jokowi di KTT ASEAN: Myanmar Tak Diundang adalah Keputusan Sulit yang Harus Dilakukan

Kombinasi foto satelit 2020-2021 yang disediakan oleh Planet Labs ini menunjukkan beberapa penjara bergaya panopticon di seluruh Myanmar. Sejak kudeta bulan Februari, militer Myanmar menggunakan penyiksaan mereka yang ditahan dengan cara yang metodis dan sistemik di seluruh negeri. (Sumber: Planet Labs via AP)

Di dalam balai kota malam itu, tentara memaksa pemuda itu untuk berlutut di atas batu tajam, memasukkan pistol ke mulutnya dan menggebukkan tongkat di atas tulang keringnya. Mereka menampar wajahnya dengan sandal jepit Nike milik tahanan sendiri.

"Katakan padaku! Katakan padaku!" mereka berteriak. “Apa yang harus aku katakan padamu?” dia menjawab tanpa daya.

Dia menolak untuk berteriak. Namun temannya berteriak mengatasnamakan dirinya, setelah menyadari hal itu menenangkan para interogator.

Militer Myanmar memiliki sejarah panjang penyiksaan, terutama sebelum negara itu mulai bertransisi menuju demokrasi pada 2010.

Beberapa tahun terakhir sebelum kudeta, penyiksaan militer paling sering tercatat di wilayah etnis yang berkonflik dengan pemerintah pusat, namun kini penyiksaan hadir kembali ke seluruh negeri.

Sebagian besar teknik penyiksaan yang dijelaskan oleh para tahanan serupa dengan teknik-teknik di masa lalu, termasuk larangan tidur, pembatasan makanan dan air bersih; sengatan listrik; dipaksa untuk melompat seperti katak, dan pemukulan tanpa henti dengan tongkat bambu yang diisi semen, dengan pentungan, tinju dan sepatu para tahanan itu sendiri.

Tapi dalam kudeta militer kali ini, penyiksaan yang dilakukan di dalam pusat interogasi dan penjara adalah yang terburuk, dalam skala dan tingkat keparahan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang memantau kematian dan penangkapan rakyat Myanmar.

Sejak Februari, kata kelompok itu, pasukan keamanan telah membunuh 1.218 orang, termasuk setidaknya 131 tahanan yang disiksa sampai mati.

Baca Juga: Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Desak Pimpinan Junta Mundur dan Kembalikan Kekuasaan kepada Suu Kyi

Foto yang diperoleh The Associated Press ini menunjukkan seorang pria berusia 20-an yang terluka disiksa oleh militer Myanmar selama sesi interogasi pada Maret 2021. Dia mengatakan dia adalah satu dari enam pemuda yang ditangkap saat duduk di sebuah restoran pada suatu malam. Mereka semua diduga dipukuli saat ditangkap dan diinterogasi. Mereka dibebaskan keesokan harinya. (Sumber: AP Photo)

Penyiksaan sering dimulai di jalan atau di rumah tahanan, dan beberapa meninggal bahkan sebelum mencapai pusat interogasi, kata Ko Bo Kyi, sekretaris bersama AAPP dan mantan tahanan politik.

“Militer menyiksa tahanan, pertama untuk balas dendam, kemudian untuk informasi,” katanya. “Saya pikir dalam banyak hal militer (saat ini) menjadi lebih brutal.”

Militer mengambil langkah-langkah untuk menyembunyikan bukti penyiksaannya. Seorang pembantu pejabat tinggi militer di negara bagian Chin di Myanmar barat mengatakan kepada AP bahwa tentara menutupi kematian dua tahanan yang disiksa, dengan memaksa seorang dokter militer untuk memalsukan laporan autopsi mereka.

Mantan kapten tentara yang membelot dari Tatmadaw pada April memastikan penggunaan penyiksaan oleh militer terhadap tahanan telah merajalela sejak kudeta militer.

“Di negara kami, setelah ditangkap secara tidak adil, penyiksaan, kekerasan, dan penyerangan seksual terjadi terus-menerus,” kata Lin Htet Aung, mantan perwira menengah berpangkat kapten.

“Bahkan seorang tawanan perang perlu diperlakukan dan diurus berdasarkan hukum. Semua itu hilang dengan kudeta. …dan Dunia harus tahu.” Kata Htet Aung

Lin Htet Aung mengatakan kepada AP, taktik interogasi adalah bagian dari pelatihan militer, yang melibatkan teori dan permainan peran.

Dia dan mantan kapten tentara lainnya yang baru-baru ini membelot mengatakan bahwa pedoman umum dari atasan adalah, sederhananya: Kami tidak peduli bagaimana kamu mendapatkan informasi, selama kamu mendapatkannya.

Setelah menerima permintaan komentar yang terperinci, pejabat militer menanggapi dengan email satu baris yang mengatakan, “Kami tidak memiliki rencana untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak masuk akal ini.”

Baca Juga: Hakim Myanmar Larang Kesaksian Aung San Suu Kyi Disiarkan ke Publik

Foto tahun 2015 ini disediakan oleh Lin Htet Aung menunjukkan dia di Ye Township di negara bagian Mon Myanmar. Mantan kapten tentara yang membelot April lalu memastikan penyiksaan militer terhadap tahanan. “Di negara kami, setelah ditangkap secara tidak adil, penyiksaan, kekerasan, dan penyerangan seksual terjadi terus-menerus,” kata Lin Htet Aung, mantan perwira menengah berpangkat kapten. (Sumber: Lin Htet Aung via AP)

Pekan lalu, dalam upaya nyata untuk memperbaiki citranya, militer mengumumkan lebih dari 1.300 tahanan akan dibebaskan dari penjara dan dakwaan terhadap 4.320 lainnya yang menunggu persidangan akan ditangguhkan.

Tetapi tidak jelas berapa banyak yang benar-benar telah dibebaskan dan berapa banyak dari mereka yang telah ditangkap kembali.

Semua kecuali enam tahanan yang diwawancarai AP menjadi sasaran pelecehan, termasuk perempuan dan anak-anak. Sebagian besar dari mereka yang tidak dianiaya mengatakan kawan tahanan mereka dianiaya interogator mereka

Dalam dua kasus, penyiksaan digunakan untuk mendapatkan pengakuan palsu. Beberapa tahanan dipaksa untuk menandatangani pernyataan yang menjanjikan kepatuhan kepada militer sebelum mereka dibebaskan.

Seorang perempuan menurut laporan, disuruh menandatangani secarik kertas kosong.

Semua tahanan diwawancarai secara terpisah oleh AP. Mereka yang ditahan di pusat yang sama memberikan penjelasan yang sama tentang perawatan dan kondisi, mulai dari metode interogasi hingga tata letak sel mereka hingga makanan yang disediakan — itupun jika ada.

AP juga mengirimkan foto-foto luka beberapa korban penyiksaan ke ahli patologi forensik di  Physicians for Human Rights.

Ahli patologi menyimpulkan luka pada tiga korban konsisten dengan pemukulan dengan tongkat atau pentungan.

"Anda melihat beberapa dari luka-luka berwarna hitam dan biru dari satu ujung ke ujung lainnya," kata ahli patologi forensik Dr.Lindsey Thomas. “Ini bukan hanya sebuah pukulan. Ini memiliki penampilan sesuatu yang sangat sistematis dan kuat.”

Baca Juga: Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Desak Pimpinan Junta Mundur dan Kembalikan Kekuasaan kepada Suu Kyi

Tentara junta militer Myanmar menangkap dan memukuli tahanan, dan bila tewas, mereka memasangkan infus dan dikirim ke rumah sakit militer agar terlihat masih hidup (Sumber: AP Illustration/Peter Hamlin)

Di luar 28 tahanan, AP mewawancarai saudara perempuan seorang tahanan yang diduga disiksa sampai mati, termasuk keluarga dan teman-teman tahanan saat ini, dan pengacara yang mewakili tahanan.

AP juga memperoleh sketsa yang digambar para tahanan tentang interior penjara dan pusat interogasi, dan surat kepada keluarga dan teman mereka yang menggambarkan kondisi dan penyiksaan yang mengerikan bagi warga sipil, termasuk perempuan muda di bawah umur.

Foto-foto yang diambil di dalam beberapa fasilitas penahanan dan interogasi memastikan laporan tahanan tentang kepadatan pusat penahanan dan kotornya tempat-tempat tersebut.

Sebagian besar narapidana tidur di lantai beton, berdesakan begitu rapat sehingga mereka bahkan tidak bisa menekuk lutut.

Beberapa menjadi sakit karena meminum air kotor yang hanya tersedia dari toilet bersama. Yang lain harus buang air besar ke dalam kantong plastik atau ember bersama. Kecoak mengerumuni tubuh mereka di malam hari.

Bantuan medis hanya ada sedikit, dan kerap bahkan hampir tidak ada. Seorang tahanan menggambarkan usahanya yang gagal untuk mendapatkan perawatan bagi teman satu selnya yang berusia 18 tahun, yang alat kelaminnya berulang kali dihancurkan di antara batu bata dan sepatu bot interogator.

Bahkan kaum muda pun tidak luput. Seorang perempuan dipenjara bersama bayi berusia 2 tahun.

Perempuan lain yang ditahan di sel isolasi penjara Insein yang terkenal di Yangon mengatakan, para pejabat mengakui kepadanya bahwa kondisi dibuat seburuk mungkin untuk menakuti publik agar patuh.

Baca Juga: Ribuan Tahanan Politik Myanmar Dibebaskan, tapi Beberapa Diantaranya lalu Ditangkap Lagi

Di tengah keadaan ini, Covid-19 menyapu beberapa fasilitas tahanan junta militer Myanmar, dengan hasil yang mematikan. Seorang perempuan yang ditahan di Insein mengatakan virus itu membunuh teman satu selnya. “Saya (saat itu) terinfeksi. Seluruh penjara terinfeksi. Semua orang kehilangan indra penciuman mereka,” katanya. (Sumber: AP Illustration/Peter Hamlin)

Di tengah keadaan ini, Covid-19 menyapu beberapa fasilitas tahanan junta militer Myanmar, dengan hasil yang mematikan. Seorang perempuan yang ditahan di Insein mengatakan virus itu membunuh teman satu selnya. “Saya (saat itu) terinfeksi. Seluruh penjara terinfeksi. Semua orang kehilangan indra penciuman mereka,” katanya.

Pusat interogasi bahkan lebih buruk daripada penjara, dimana malam hari diisi hiruk-pikuk tangisan dan ratapan kesakitan.

“Itu menakutkan. Selku berisi noda darah dan goresan di dinding,” kenang seorang pria. "Saya bisa melihat noda, cap telapak tangan berwarna darah dan noda muntah amis darah di sudut ruangan."

Sepanjang wawancara, impunitas Tatmadaw tergambar jelas. “Mereka akan menyiksa kami sampai mereka mendapatkan jawaban yang mereka inginkan,” kata seorang remaja berusia 21 tahun.

“Mereka selalu memberi tahu kami, 'Di sini, di pusat interogasi militer, kami tidak memiliki undang-undang. Kami punya senjata, dan kami bisa membunuhmu dan membuatmu menghilang jika kami mau — dan tidak ada yang akan tahu.’”

Para tahanan yang disiksa sudah mati ketika tentara mulai menempelkan infus glukosa pada mayat agar terlihat seperti mereka masih hidup, kata pembelot militer kepada AP.

Itu adalah salah satu dari banyak contoh yang ditemukan AP tentang bagaimana junta militer berusaha menyembunyikan tindak kriminal mereka.

Penyiksaan tersebar luas di seluruh fasilitas penahanan, kata Sersan Hin Lian Piang, yang menjabat sebagai wakil Komandan Wilayah Barat Laut sebelum membelot pada bulan Oktober.

“Mereka menangkap, memukul dan menyiksa terlalu banyak,” katanya. "Mereka melakukannya kepada semua orang yang ditangkap."

Baca Juga: Laporan PBB Ungkap Cara Keji Junta Militer Myanmar, Culik Bayi agar Warga Serahkan Diri

Beberapa tahanan mengatakan interogator mereka hanya melakukan kekerasan pada bagian tubuh mereka yang dapat disembunyikan oleh pakaian, yang oleh Hin Lian Piang disebut sebagai strategi umum. Seorang tahanan ditampar telinganya berulang kali, dimana itu tidak meninggalkan bekas luka tetapi menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. (Sumber: AP Photo)

Pada Mei, Hin Lian Piang menyaksikan tentara menyiksa dua tahanan sampai mati di pusat interogasi puncak gunung di dalam pangkalan militer di negara bagian Chin.

Para tentara memukuli kedua pria itu, memukul mereka dengan senjata mereka, dan menendang mereka, katanya.

Setelah orang-orang itu dimasukkan ke penjara, salah satu dari mereka meninggal.

Mayor yang bertanggung jawab meminta dokter militer untuk memeriksa pria itu dan menentukan penyebab kematiannya. Sementara itu, tahanan lainnya mulai gemetar dan kemudian meninggal juga.

Tentara memasang selang infus pada mayat para tahanan, kemudian mengirim mereka ke rumah sakit militer di Kalay.

“Mereka memaksa dokter militer Kalay untuk menulis dalam laporan biopsi bahwa mereka meninggal karena masalah kesehatan mereka sendiri,” kata Hin Lian Piang. “Kemudian mereka langsung mengkremasi mayat-mayat itu.”

Hin Lian Piang mengatakan perintah langsung untuk menutupi penyebab kematian para pria itu datang dari Komandan Operasi Taktis Kolonel Saw Tun dan Wakil Komandan Wilayah, Brigadir Jenderal Myo Htut Hlaing, dua pejabat militer berpangkat tinggi yang ditempatkan di negara bagian Chin.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU