Junta Militer Myanmar Mulai Adem, Kini Nyatakan Komitmen atas 5 Poin Rencana ASEAN
Kompas dunia | 24 Oktober 2021, 15:33 WIBYANGON, KOMPAS.TV - Junta militer Myanmar, Minggu (24/10/2021), berjanji untuk bekerja sama "semaksimal mungkin" dengan rencana perdamaian yang disepakati dengan ASEAN meskipun junta militer mengeluarkan penolakan terbuka atas keputusan ASEAN yang mengeluarkan komandan tertinggi negara itu dari daftar kepala negara yang akan hadir di KTT ASEAN, seperti dilansir Straits Times, Minggu.
Dalam sebuah pengumuman di media pemerintah, junta mengatakan pihaknya menjunjung tinggi prinsip hidup berdampingan secara damai dengan negara-negara lain dan akan bekerja sama dengan ASEAN dalam mengikuti "konsensus" lima poin yang disepakati pada April, sebuah rencana yang didukung oleh Barat dan China.
Para menteri luar negeri ASEAN pada 15 Oktober memutuskan untuk mengesampingkan Jenderal Min Aung Hlaing, pemimpin kudeta Myanmar 1 Februari, karena kegagalannya mengimplementasikan rencana itu, termasuk mengakhiri permusuhan, memulai dialog, mengizinkan dukungan kemanusiaan dan memberikan utusan khusus ASEAN akses penuh ke negara itu.
Junta militer Myanmar kontan membalas pada Jumat malam (22/10/2021) dengan secara terbuka menuduh ASEAN menyimpang dari prinsip-prinsipnya untuk bersepakat dalam semua hal berdasarkan konsensus dan prinsip non-intervensi.
Junta militer Myanmar menolak untuk setuju atas rencana mengirim perwakilan Myanmar yang netral secara politik selain Jenderal Min Aung Hlaing.
Ketua ASEAN Brunei belum menanggapi penolakan Myanmar atas keputusan ASEAN.
Baca Juga: Konflik Terbuka Pertama! Myanmar Resmi Protes Keputusan ASEAN Tidak Undang Pemimpin Junta ke KTT
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand menolak berkomentar pada Sabtu (23/10/2021), mengutip sensitivitas masalah tersebut.
Sementara Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah mengatakan konsensus ASEAN tentang siapa yang akan mewakili Myanmar di KTT adalah "panduan umum untuk semua anggota ASEAN".
Lebih dari 1.100 rakyat Myanmar tewas dibunuh dalam tindakan keras pasca-kudeta di Myanmar, dan ribuan lainnya ditahan, banyak disiksa atau dipukuli, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengutip para aktivis. Junta militer dituduh menggunakan kekuatan militer yang berlebihan terhadap penduduk sipil.
Junta bersikeras banyak dari mereka yang terbunuh atau ditahan adalah "teroris" yang bertekad untuk mengacaukan negara. Komandan junta militer pekan lalu mengatakan pasukan oposisi terus memperpanjang kerusuhan.
Utusan khusus ASEAN, Erywan Yusof dari Brunei Darussalam, meminta akses penuh, termasuk untuk bertemu langsung dengan pemimpin terguling Aung San Suu Kyi. Tetapi pemerintah militer mengatakan itu tidak mungkin karena dia ditahan dan didakwa dengan kejahatan.
Junta memperingatkan Erywan untuk tidak terlibat dengan pasukan oposisi yang kini telah dilarang, termasuk Pemerintah Persatuan Nasional, aliansi pro-demokrasi dan kelompok etnis bersenjata, kata media Jepang, NHK, yang mengutip laporan yang tidak dipublikasikan.
Seorang juru bicara militer Myanmar dan kantor Erywan tidak segera menanggapi permintaan komentar terpisah pada Minggu tentang peringatan yang dilaporkan.
Dalam pengumuman pada Minggu, para penguasa Myanmar pertama-tama menegaskan kembali rencana lima poin mereka sendiri untuk memulihkan demokrasi, yang mereka umumkan setelah kudeta.
Junta militer Myanmar bersikeras mengatakan mereka adalah otoritas yang sah di Myanmar dan penggulingan pemerintah Suu Kyi bukanlah kudeta, tetapi intervensi yang diperlukan dan sah terhadap ancaman kedaulatan yang ditimbulkan oleh partai Suu Kyi, yang dikatakan memenangi pemilihan curang tahun lalu.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Straits Times