Orang Terkaya Asia Mukesh Ambani Masuk Grup Super Elite Dunia dengan Aset di atas 100 Miliar Dolar
Kompas dunia | 9 Oktober 2021, 16:11 WIBNEW DELHI, KOMPAS.TV - Orang terkaya Asia, Mukesh Ambani, bergabung dengan miliarder Jeff Bezos dan Elon Musk di klub orang kaya paling eksklusif di dunia yang punya kekayaan setidaknya 100 miliar dolar AS seperti dilansir Bloomberg, Sabtu, (09/10/2021).
Bos Reliance Industries India itu masuk kelompok super duper elite sebelas orang berkekayaan di atas 100 miliar dolar AS ketika saham konglomerasinya naik dan mencatat rekor pada Jumat (08/10/2021).
Mukesh Ambani sekarang punya kekayaan 100,6 miliar dolar AS, menurut Bloomberg Billionaires Index, setelah kekayaannya bertambah 23,8 miliar dolar AS tahun ini.
Sejak mewarisi bisnis penyulingan minyak dan petrokimia dari kerajaan bisnis almarhum ayahnya tahun 2005, Mukesh Ambani (64), berusaha mengubah raksasa energi itu menjadi raksasa ritel, teknologi, dan e-commerce.
Unit telekomunikasi milik konglomerasinya, yang memulai bisnis tahun 2016, kini menjadi penguasa di pasar India.
Usaha ritel dan teknologinya mengumpulkan sekitar 27 miliar dolar AS tahun lalu, menjual sahamnya kepada investor mulai dari Facebook dan Google hingga KKR & Co dan Silver Lake.
Baca Juga: Kalahkan Harta Pendiri Amazon Jeff Bezos dan Jadi Orang Terkaya di Dunia, Berapa Kekayaan Elon Musk?
Mukesh Ambani pada Juni lalu mulai melaksanakan program ambisius energi hijau, dengan investasi yang direncanakan sekitar 10 miliar dolar AS selama tiga tahun.
Bulan lalu, Mukesh Ambani mengatakan perusahaannya akan "secara agresif" mengejar produksi hidrogen hijau yang lebih murah.
Rencana tersebut sejalan dengan ambisi Perdana Menteri India Narendra Modi untuk mengubah India menjadi pusat manufaktur global untuk bahan bakar yang lebih bersih guna memerangi perubahan iklim dan memangkas impor energi oleh konsumen minyak terbesar ketiga di dunia itu.
Sementara pengumuman Mukesh Ambani itu telah dilihat oleh beberapa orang sebagai pengakuan bahwa kelompoknya perlu melihat sumber usaha di luar minyak untuk memperkuat masa depannya.
Bahan bakar fosil masih memainkan peran sentral di Reliance Industries, menyumbang hampir 60 persen dari 73 miliar dolar AS pendapatan tahunan mereka.
Bisnis minyak-ke-kimia sekarang menjadi unit yang terpisah, dan pembicaraan sedang berlangsung untuk menggaet Arab Saudi sebagai investor.
"Mukesh Ambani berada di garis depan dalam menciptakan bisnis baru dengan teknologi baru yang muncul," kata Chakri Lokapriya, kepala investasi di TCG Asset Management di Mumbai.
"Menciptakan skala bisnis dengan kecepatan tinggi membawa tantangan dalam pelaksanaan, tetapi dia (Mukesh) telah menunjukkan kemampuannya."
Baca Juga: Trump Terlempar Keluar dari Daftar Orang Terkaya di AS, Ini Penyebabnya
Kisah Reliance berawal dari akhir 1960-an, ketika Dhirubhai Ambani, yang memulai sebagai petugas pompa bensin di Yaman, mulai membangun bisnis poliesternya menjadi kerajaan yang menggurita.
Ketika Dhirubhai meninggal karena stroke pada 2002 tanpa meninggalkan surat wasiat, perseteruan suksesi meletus antara kedua putranya, Mukesh dan Anil (62) yang akhirnya diselesaikan oleh ibu mereka, Kokilaben, pada 2005.
Di bawah perjanjian, Mukesh menguasai bisnis penyulingan minyak dan petrokimia unggulan, sementara adiknya mendapatkan bidang yang lebih baru seperti pembangkit listrik, layanan keuangan, dan layanan telekomunikasi.
Anil Ambani, yang pernah menjadi miliarder, mengatakan kepada pengadilan London tahun lalu bahwa kekayaan bersihnya "nol".
Miliarder India ini adalah salah satu yang memperoleh keuntungan terbesar dalam daftar orang kaya dunia, karena pasar saham utama Asia dengan kinerja terbaik tahun ini mendapat dorongan dari lonjakan penawaran umum perdana.
Gautam Adani, pendiri konglomerat tenaga batu bara dan energi terbarukan Adani Group, menambah kekayaannya sebesar 39,5 miliar dolar AS tahun ini.
Sementara orang terkaya ketiga di negara itu, taipan teknologi Azim Premji, kekayaannya tumbuh sebesar 12,8 miliar dolar AS.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Bloomberg/Straits Times