Wow, Peneliti Chile Temukan Mikroorganisme Pemakan Logam, Kabar Baik untuk Polusi Industri Tambang
Kompas dunia | 9 Oktober 2021, 13:36 WIBANTOFAGASTA, KOMPAS.TV - Peneliti Chile meneliti mikroorganisme bernama Leptospirillum yang mampu bertahan dalam kondisi ekstrem namun mampu 'memakan' logam seperti paku hanya dalam tiga hari, seperti dilansir France24, Sabtu, (09/10/2021).
Penelitian tersebut diharapkan bisa membantu membersihkan industri pertambangan yang sangat berpolusi di negara itu, dan kemungkinan juga di negara lain.
Di laboratoriumnya di Antofagasta, sebuah kota industri 1.100 kilometer sebelah utara Santiago, ahli bioteknologi Nadac Reales yang berusia 33 tahun melakukan tes dengan ekstrofil, organisme yang hidup di lingkungan ekstrem.
Ide Reales muncul sejak masih di universitas saat dia melakukan tes di pabrik pertambangan menggunakan mikroorganisme untuk meningkatkan ekstraksi tembaga.
"Saya menyadari ada berbagai kebutuhan di industri pertambangan, misalnya apa yang terjadi dengan limbah logam," katanya kepada AFP.
Beberapa logam dapat didaur ulang di pabrik peleburan tetapi yang lain, seperti gerbong truk HGV yang dapat menampung 50 ton batu, tidak dapat didaur ulang dan sering dibuang di gurun Atacama Chile, rumah bagi sebagian besar industri pertambangan negara itu.
Baca Juga: Alga Coklat Berpotensi Jadi Antivirus, Ini Hasil Penelitiannya
Chile adalah produsen tembaga terbesar di dunia, yang menyumbang hingga 15 persen dari PDB negara itu, menghasilkan banyak limbah pertambangan yang mencemari lingkungan.
Dalam penelitiannya, Reales yang sekarang menjalankan perusahaan sendiri, Rudanac Biotec, berkonsentrasi pada bakteri pengoksidasi besi yang disebut Leptospirillum.
Dia mengekstrak bakteri dari geyser Tatio yang terletak 4.200 meter di atas permukaan laut, sekitar 350 kilometer dari Antofagasta.
Bakteri "hidup di lingkungan asam yang praktis tidak terpengaruh oleh konsentrasi yang relatif tinggi dari sebagian besar logam," katanya.
"Awalnya bakteri membutuhkan waktu dua bulan untuk menghancurkan paku."
Tetapi ketika kelaparan, mereka harus beradaptasi dan menemukan cara untuk memberi makan diri mereka sendiri.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/France24 via AFP