9/11: Bagaimana Serangan 9/11 Membentuk Joe Biden Sebagai Presiden Amerika Serika
Kompas dunia | 10 September 2021, 08:24 WIBWASHINGTON, KOMPAS.TV — Peringatan 20 tahun tragedi 9/11 akan berlangsung beberapa hari lagi.
Serangan terorisme terbesar sepanjang sejarah ini sangat membekas di benak banyak orang, tak terkecuali bagi Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Pada 11 September 2001, Joe Biden masih menjabat sebagai Senator Delaware. Pagi itu, dia memulai hari seperti biasanya. Awalnya tak ada yang berbeda.
Pada pukul 08.35, dia naik kereta dari stasiun Amtrak, menuju tempat kerja. Dia merencanakan hari itu dengan berbagai agenda seperti bertemu dengan konstituen dan mengadakan rapat dengar pendapat.
Kemudian tiba-tiba istrinya, Jill, menelepon. Sambil menangis, Jill memberitahunya bahwa sebuah pesawat telah menabrak gedung World Trade Center. “
Ya Tuhan, ya Tuhan, ya Tuhan," demikian ucapan Jill Biden sambil menangis ketika itu, seperti dikutip dari The Associated Press.
Setelah itu, menara kedua pun mengalami serangan teror.
Bagi Biden, yang saat itu merupakan seorang kandidat presiden yang gagal (Biden sebelumnya pernah maju sebagai salah satu kandidat Presiden AS dari Partai Demokrat pada pemilu 1988), karir politiknya seperti telah mentok di puncak.
Namun ternyata kejadian ini menandai fase baru di kehidupan politiknya.
Baca Juga: 9/11: Benarkah Arab Saudi Terlibat Serangan Al-Qaeda?
Saat memasuki Kota Washington DC pada 11 September 2001, dia melihat asap tebal mengepul di langit, dari pesawat yang menabrak Pentagon.
Biden pun berbaris ke tangga Senat, ingin segera naik ke lantai Senat.
"Saya pikir sangat penting jika Senat saat itu berada dalam sesi rapat. Jadi warga AS dapat menyalakan TV dan melihat dimana saat itu kita berada (dan tetap bekerja),” ujarnya saat itu.
Tetapi Capitol dan gedung-gedung di sekitarnya, termasuk Gedung Mahkamah Agung, telah dievakuasi.
Biden ditolak masuk ke gedung Capitol oleh polisi. Saat itu polisi mengatakan, Capitol dapat menjadi target serangan berikutnya.
Mantan sekretaris pers Biden, Margaret Aitken, menghabiskan pagi hari itu bersama Biden.
Ia mengajukan permintaan dari wartawan untuk mewawancarai Biden yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat.
Dia menyaksikan Biden menghabiskan waktu berjam-jam berbicara dengan rekan-rekannya, staf dan bahkan turis di jalan-jalan tentang apa yang telah telah terjadi.
"Orang-orang menghentikannya di jalan dan berkata, 'Apakah kita baik-baik saja? Apakah kita akan baik-baik saja?’” kenang Aitken.
Awalnya, baik Presiden George W. Bush dan Wakil Presiden Dick Cheney dibawa ke lokasi yang dirahasiakan dan belum berbicara secara luas kepada rakyat tentang situasi yang sedang terjadi saat itu.
Jadi prioritas Biden adalah memastikan bahwa rakyat tahu bahwa pemerintah AS masih berdiri, masih beroperasi dan berfungsi.
Putri Biden, Ashley, meneleponnya dengan panik. Ashley mengatakan kepada Biden bahwa ada laporan tentang pesawat lain yang akan menyerang Gedung Capitol.
"Keluar dari sana!" Ashley memohon pada Biden. Tetapi Biden menolak dan mengatakan pada Ashley bahwa Capitol adalah tempat paling aman.
Tak lama setelah itu, pesawat keempat pun jatuh di Pennsylvania.
Kemudian selanjutnya pada hari itu, Biden bergabung dengan beberapa puluh anggota parlemen di markas besar polisi Capitol dekat Union Station. Disana, ia bertemu dengan Perwakilan Philadelphia Bob Brady.
Penulis : Tussie Ayu Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/Associated Press