Tentara AS Menonaktifkan Peralatan dan Sistem Persenjataan di Bandara Kabul, Ini Alasannya
Kompas dunia | 1 September 2021, 05:35 WIBKABUL, KOMPAS.TV – Saat-saat akhir penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, pada Senin malam (30/8/2021) diisi dengan aktivitas penonaktifan peralatan dan sistem persenjataan militer AS. Hal itu dimaksudkan agar Taliban dan milisi ISIS tak dapat memfungsikan sistem persenjataan militer dan peralatan perang AS lainnya.
Hal itu diungkap Jenderal Marinir Frank Mcenzie, kepala Komando Sentral AS seperti dilansir dari Associated Press, Selasa (31/8/2021).
Ancaman teror masih tetap menjadi masalah utama di Afghanistan, dengan sedikitnya 2.000 anggota ISIS garis keras masih berada di negara itu. Ini termasuk banyak anggota ISIS yang dibebaskan dari penjara saat Taliban menduduki Afghanistan.
Baca Juga: Pasukan AS Angkat Kaki dari Afghanistan, Ujian Sesungguhnya bagi Taliban Tiba
Sistem persenjataan yang digunakan untuk menangkal serangan roket ISIS ke bandara Kabul, masih tetap dioperasikan hingga ‘menit-menit terakhir’ saat militer AS pergi meninggalkan bandara itu. Ini menekankan bahwa ancaman keamanan masih terus ada.
Pada ‘menit-menit terakhir’ sebelum lepas landas itu, tentara AS menon-aktifkan sistem persenjataan C-RAMS yang mengendalikan sistem penangkal roket, artileri dan mortir.
Menurut McKenzie, aksi “demiliterisasi” itu dimaksudkan agar sistem persenjataan itu tak lagi bisa digunakan. Militer AS, imbuh McKenzie, juga ‘melumpuhkan’ 27 Humvee dan 73 pesawat agar tak dapat lagi digunakan sepeninggal tentara AS.
Namun, pasukan AS tidak meledakkan sejumlah peralatan lain untuk memastikan agar bandara tetap dapat beroperasi melayani penerbangan di masa depan.
Baca Juga: Inilah yang Terbentang di Depan Afghanistan setelah Taliban Kembali Berkuasa
Sepanjang hari itu, saat pesawat angkut militer C-17 terakhir bersiap untuk lepas landas, Mc Kenzie mengatakan, “Militer AS masih terus mengaktifkan kekuatan udara AS untuk menghadapi potensi ancaman ISIS.”
Penulis : Vyara Lestari Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Associated Press