> >

Taliban Berkuasa, Para Pemain Sepak Bola Perempuan Afghanistan Kehilangan Harapan

Kompas dunia | 17 Agustus 2021, 05:53 WIB
Khalida Popal (34), mantan kapten timnas sepak bola perempuan Afghanistan. Foto diambil di Kopenhagen, Denmark pada 8 Maret 2016. (Sumber: AP Photos/Jan M. Olsen, File)

Saat itu, Popal pun mendukung rekan-rekan setimnya menggunakan platform mereka untuk bersuara, seiring meningkatnya serangan Taliban saat mencoba merebut kembali teritori mereka.

“Saya menerima banyak sekali ancaman pembunuhan karena saya muncul di TV nasional,” katanya. “Saya menyebut Taliban sebagai musuh kami.”

Popal berhenti main bola pada 2011 untuk memfokuskan diri mengoordinasi timnya sebagai direktur Asosiasi Sepak Bola Afghanistan. Namun, ancaman demi ancaman terus mengalir padanya, hingga akhirnya ia pun terpaksa angkat kaki dari Afghanistan untuk mencari suaka di Denmark pada 2016.

“Hidup saya dalam bahaya besar,” ujarnya.

Namun, ia tak pernah mengabaikan para pemain sepak bola perempuan negerinya. Ia membantu mereka mengekspos pelecehan fisik dan seksual yang menimpa mereka, pula ancaman pembunuhan dan pemerkosaan yang melibatkan kepemimpinan federasi Afghanistan itu.

Korupsi yang melanda bidang olahraga itu mencerminkan goyahnya fondasi negara, yang memburuk dengan cepat setelah penarikan pasukan asing yang dipimpin Amerika Serikat (AS).

“Para perempuan di Afghanistan percaya pada janji-janji mereka (AS), tapi mereka pergi karena tak ada lagi kepentingan nasional di sini. Mengapa dulu mereka berjanji?!” tanya Popal sembari menghela nafas berat.

“Inilah yang disuarakan para perempuan kami lewat tangisan mereka. Mengapa tidak bilang Anda akan pergi seperti ini?! Setidaknya, kami bisa melindungi diri kami.”

Baca Juga: Beredar Video Dua Lelaki Afghanistan Terjun Bebas dari Pesawat Militer AS yang Mengudara

“Kami tidak akan menciptakan musuh,” ujar Popal. “Mereka menangis, sedih, putus asa. Mereka punya banyak pertanyaan. Apa yang terjadi pada mereka tidaklah adil.”

“Mereka bersembunyi. Kebanyakan mereka meninggalkan rumah menuju kerabat mereka dan bersembunyi di sana, karena para tetangga tahu mereka adalah para pemain timnas. Mereka ketakutan. Taliban ada di mana-mana dan menyebarkan ketakutan,” paparnya.

Popal ada di belahan dunia yang jauh, namun ia terhubung dengan para perempuan di timnasnya melalui pesan-pesan yang mengalir masuk ke ponselnya.

“Mereka terus mengambil video dan foto dari jendela dari luar rumah mereka, dan ini sangat menyedihkan,” ujarnya.

Sulit rasanya membayangkan Afghanistan, yang berada di peringkat 152 dari 167 timnas perempuan Federasi Sepak Bola Internasional FIFA, akan kembali bermain.

“Sangat menyakitkan menyaksikan saat pemerintah menyerahkan diri kemarin,” pungkas Popal. “Perempuan kehilangan harapan.”

Penulis : Vyara Lestari Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Associated Press


TERBARU