Terus Terdiam Bukanlah Pilihan Bagi Rakyat Palestina di Yerusalem Timur
Kompas dunia | 10 Mei 2021, 06:05 WIBJERUSALEM, KOMPAS.TV - Adnan, seorang warga Palestina dari Yerusalem timur, bersumpah peluru karet yang ditembakkan oleh polisi Israel tidak akan menghalanginya dalam melakukan pembelaan.
"Diam bukanlah pilihan dalam membela orang Arab di Kota Suci," katanya seperti dilansir France24 mengutip AFP, Minggu, (09/05/2021).
Yerusalem Timur adalah tempat mayoritas warga Palestina tinggal, di mana wilayah itu bagian kota yang dianeksasi Israel tahun 1967. Wilayah itu dilanda kerusuhan terburuk selama beberapa tahun terakhir.
Ratusan warga Palestina terluka dan puluhan ditangkap dalam bentrokan dengan polisi Israel yang dilawan dengan batu dan benda lainnya oleh sebagian besar pengunjuk rasa yang terdiri atas anak muda dan pria dewasa.
Diketahui, pada Jumat malam, (07/05/2021) terjadi bentrokan antara polisi Israel dengan warga Palestina usai sholat tarawih di kompleks Masjid Al-Aqsa, situs tersuci ketiga umat Islam.
Bagi Adnan yang berusia 20 tahun, pengunjuk rasa menanggapi upaya gigih pemukim Yahudi yang berusaha mengusir mereka dari kota.
Adnan, seperti banyak orang Palestina di Yerusalem timur, menolak menyebutkan namanya karena takut akan balas dendam polisi Israel.
"Kami di sini, di jalan, untuk mengatakan bahwa kami tidak akan pergi," katanya kepada AFP yang dikutip France24.
"Selama bertahun-tahun, para pemukim Israel telah menyerang kami dan mengambil tanah kami, tetapi diam tidak lagi menjadi pilihan."
Baca Juga: RI Kecam Pengusiran Paksa Warga Palestina oleh Israel
'Tidak ingin kita tinggal di sini'
Beberapa peristiwa telah memicu gejolak di Yerusalem timur, yang diklaim Palestina sebagai ibu kota negara masa depan mereka.
Pengunjuk rasa bernama Muhammad, yang juga menolak memberikan nama belakangnya, berpendapat setiap insiden yang terjadi terkait dengan realitas yang tidak dapat dihindari oleh warga Palestina di kota itu.
"Israel ingin kami bekerja untuk mereka, tetapi mereka tidak ingin kami tinggal di sini," katanya.
Awal tahun ini, pengadilan Israel memutuskan mendukung pemukim Yahudi yang berusaha mengusir keluarga Palestina dari rumah mereka di lingkungan Sheikh Jarrah, sebelah utara Kota Tua.
Pengadilan menyatakan keluarga Yahudi telah membuktikan klaim puluhan tahun atas tanah itu. Tentu saja hal tersebut membuat marah warga Palestina hingga memicu protes berbulan-bulan secara meningkat dalam beberapa malam terakhir.
Insiden lain telah mengipasi api yang membara
Bulan lalu, polisi Israel menutup alun-alun di luar Gerbang Damaskus Kota Tua Yerusalem, tempat berkumpul tradisional bagi warga Palestina setelah shalat tarawih.
Penutupan tersebut memicu bentrokan dengan polisi yang melepaskan barikade setelah beberapa malam kerusuhan.
Berikutnya adalah bentrokan di alun-alun Al-Aqsa setelah salat Jumat terakhir Ramadhan, yang melukai lebih dari 200 orang.
Polisi mengatakan mereka hanya menanggapi benda-benda yang dilemparkan oleh "ribuan" perusuh.
Seorang bernama Muhammad mengatakan, bahwa dia termasuk di antara ribuan orang di Al-Aqsa yang berbuka puasa, makan kurma, dan minum air, ketika polisi mulai menyerang.
Shalat di Al-Aqsa pada hari Sabtu malam Laylatul Qadar, puncak Ramadhan yang diyakini sebagai malam ketika Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagian besar berlangsung damai.
Tetapi kerusuhan terus berlanjut di Sheikh Jarrah, di mana permusuhan dapat meningkat lebih jauh di hari-hari mendatang tergantung pada langkah selanjutnya dari Mahkamah Agung Israel.
Baca Juga: Kekuatan Eropa Tekan Israel untuk Hentikan Ekspansi Pemukiman Ilegal di Palestina
Seluruh Palestina
Mahkamah Agung Israel bisa memutuskan paling cepat Senin, (10/5/2021), apakah keluarga Palestina yang menghadapi penggusuran dapat mengajukan banding atas putusan pengadilan yang lebih rendah.
"Kasus Sheikh Jarrah adalah kasus di seluruh Palestina," kata Malak Orok, 23 tahun, yang berunjuk rasa hari Sabtu bersama teman-temannya di Yerusalem.
"Hari ini mereka (empat keluarga). Besok akan menjadi kita."
Daerah tersebut selama bertahun-tahun telah menjadi titik fokus pertempuran real-estate yang intens antara organisasi pemukim Yahudi yang didanai dengan baik dan orang-orang Palestina biasa.
Anggota parlemen sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir terlibat dalam krisis tersebut. Ia mengunjungi Sheikh Jarrah untuk menyatakan bahwa rumah-rumah tersebut adalah milik orang Yahudi dan meminta polisi untuk "menembaki" pengunjuk rasa.
Wartawan AFP, seperti dilansir France24, melihat pemukim Yahudi di Sheikh Jarrah dipersenjatai dengan revolver dan senapan serbu.
Pemilihan Umum Palestina
Presiden Palestina Mahmud Abbas mengutuk Israel atas kekerasan itu, tetapi keputusan dia juga memicu kemarahan pengunjuk rasa.
Diketahui, Abbas memutuskan menunda pemilu Palestina, dengan alasan penolakan Israel untuk menjamin pemungutan suara di Yerusalem timur.
Keputusan itu dikecam oleh beberapa pihak sebagai taktik untuk menunda pemungutan suara di mana gerakan Fatahnya menghadapi kemunduran.
Kelompok Islamis Hamas yang mengontrol Jalur Gaza menyetujui pemungutan suara dan mengecam penundaan itu sebagai "kudeta" terhadap kemitraan barunya dengan Fatah.
Spanduk Hamas dipajang selama bentrokan Al-Aqsa hari Jumat dan beberapa pengunjuk rasa Yerusalem timur mencap Abbas sebagai "pengkhianat".
Jaad Assad (24) mengatakan kepada AFP seperti dikutip France24, banyak pengunjuk rasa percaya loyalis Abbas korup dan bekerja sama dengan orang Israel.
"Dengan pertolongan Allah, kami akan tinggal," kata Assad.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV