Terus Terdiam Bukanlah Pilihan Bagi Rakyat Palestina di Yerusalem Timur
Kompas dunia | 10 Mei 2021, 06:05 WIBBerikutnya adalah bentrokan di alun-alun Al-Aqsa setelah salat Jumat terakhir Ramadhan, yang melukai lebih dari 200 orang.
Polisi mengatakan mereka hanya menanggapi benda-benda yang dilemparkan oleh "ribuan" perusuh.
Seorang bernama Muhammad mengatakan, bahwa dia termasuk di antara ribuan orang di Al-Aqsa yang berbuka puasa, makan kurma, dan minum air, ketika polisi mulai menyerang.
Shalat di Al-Aqsa pada hari Sabtu malam Laylatul Qadar, puncak Ramadhan yang diyakini sebagai malam ketika Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagian besar berlangsung damai.
Tetapi kerusuhan terus berlanjut di Sheikh Jarrah, di mana permusuhan dapat meningkat lebih jauh di hari-hari mendatang tergantung pada langkah selanjutnya dari Mahkamah Agung Israel.
Baca Juga: Kekuatan Eropa Tekan Israel untuk Hentikan Ekspansi Pemukiman Ilegal di Palestina
Seluruh Palestina
Mahkamah Agung Israel bisa memutuskan paling cepat Senin, (10/5/2021), apakah keluarga Palestina yang menghadapi penggusuran dapat mengajukan banding atas putusan pengadilan yang lebih rendah.
"Kasus Sheikh Jarrah adalah kasus di seluruh Palestina," kata Malak Orok, 23 tahun, yang berunjuk rasa hari Sabtu bersama teman-temannya di Yerusalem.
"Hari ini mereka (empat keluarga). Besok akan menjadi kita."
Daerah tersebut selama bertahun-tahun telah menjadi titik fokus pertempuran real-estate yang intens antara organisasi pemukim Yahudi yang didanai dengan baik dan orang-orang Palestina biasa.
Anggota parlemen sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir terlibat dalam krisis tersebut. Ia mengunjungi Sheikh Jarrah untuk menyatakan bahwa rumah-rumah tersebut adalah milik orang Yahudi dan meminta polisi untuk "menembaki" pengunjuk rasa.
Wartawan AFP, seperti dilansir France24, melihat pemukim Yahudi di Sheikh Jarrah dipersenjatai dengan revolver dan senapan serbu.
Pemilihan Umum Palestina
Presiden Palestina Mahmud Abbas mengutuk Israel atas kekerasan itu, tetapi keputusan dia juga memicu kemarahan pengunjuk rasa.
Diketahui, Abbas memutuskan menunda pemilu Palestina, dengan alasan penolakan Israel untuk menjamin pemungutan suara di Yerusalem timur.
Keputusan itu dikecam oleh beberapa pihak sebagai taktik untuk menunda pemungutan suara di mana gerakan Fatahnya menghadapi kemunduran.
Kelompok Islamis Hamas yang mengontrol Jalur Gaza menyetujui pemungutan suara dan mengecam penundaan itu sebagai "kudeta" terhadap kemitraan barunya dengan Fatah.
Spanduk Hamas dipajang selama bentrokan Al-Aqsa hari Jumat dan beberapa pengunjuk rasa Yerusalem timur mencap Abbas sebagai "pengkhianat".
Jaad Assad (24) mengatakan kepada AFP seperti dikutip France24, banyak pengunjuk rasa percaya loyalis Abbas korup dan bekerja sama dengan orang Israel.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV