> >

Mengapa Polisi AS Tak Berdaya Saat Terjadi Kerusuhan di Gedung Capitol

Kompas dunia | 19 Januari 2021, 03:22 WIB
Para perusuh berupaya menerobos barikade penjagaan polisi di Gedung Capitol, Washington, AS pada kerusuhan 6 Januari 2021. (Sumber: AP Photo / John Minchillo)

WASHINGTON, KOMPAS.TV – Saat para perusuh menyerbu Gedung Capitol di Washington DC, Amerika Serikat (AS) pada 6 Januari lalu, banyak para personil kepolisian yang harus memutuskan sendiri bagaimana menghadapi para perusuh. Tak ada pengarahan. Tak ada rencana. Tak ada komando dari pimpinan.

Seorang personil polisi terlihat berlari di dalam gedung, menghadapi para perusuh dengan kepalan tangan. Polisi lainnya memutuskan membantu personil lainnya dan menghabiskan waktu 3 jam membantu rekannya yang terluka akibat semprotan kimia dari para perusuh.

Tiga personil polisi berhasil memborgol seorang perusuh. Namun, lautan massa perusuh menyerbu mereka dan membawa kabur kawan mereka yang masih dalam keadaan terborgol.

Dirangkum dari Associated Press yang mewawancarai 4 personil polisi Gedung Capitol, struktur komando kepolisian runtuh saat para pendukung Trump menyerbu Gedung Capitol. Para personil polisi ini bersedia diwawancara dalam kondisi anonim, lantaran departemen kepolisian Capitol mengancam akan menskor anggota mereka yang kedapatan berbicara dengan media.

“Kami seperti dilepas sendirian,” ujar salah satu polisi. "Benar-benar sendirian.”

Menurutnya, tidak ada peringatan apapun dari pimpinan mereka pada pagi tanggal 6 Januari tentang apa yang akan terjadi. Dalam kerusuhan tersebut, banyak para perusuh yang bahkan memiliki persenjataan yang lebih lengkap ketimbang para personil polisi. Dan saat kerusuhan terjadi, para personil polisi tidak menerima intruksi dari para pimpinan mereka, baik untuk menghentikan para perusuh maupun mengevakuasi para anggota Kongres yang berada di dalam gedung. Pada hari itu, jumlah anggota polisi yang bertugas hanya cukup untuk pengamanan gedung rutin harian.

Baca Juga: Target Kerusuhan Gedung Capitol Ternyata Jauh Lebih Serius: Menangkap dan Membunuh Para Pejabat AS!

Ketiga personil polisi lainnya mengakui, mereka tidak mendengar satu pun instruksi di radio dari Kepala Polisi Capitol Steven Sund sepanjang sore saat kerusuhan terjadi. Belakangan terungkap, sang kepala polisi berlindung bersama Wakil Presiden Mike Pence di sebuah lokasi aman. Keesokan harinya, Sund mengundurkan diri.

Sang wakil kepala polisi, Yogananda Pittman, yang kini menjabat sebagai kepala polisi, sempat memerintahkan untuk mengunci gedung melalui radio, namun tidak memberikan instruksi lanjutan.

Sebuah perintah spesifik dilontarkan oleh Letnan Tarik Johnson, yang menginstruksikan agar para anggota polisi tidak menggunakan kekerasan mematikan di luar gedung saat para perusuh turun. Instruksi ini dipastikan mencegah jatuhnya banyak korban jiwa dan kerusuhan yang lebih besar, tapi ini berarti bahwa anggota polisi tidak bisa mengeluarkan senjata demi melawan para perusuh. Mereka hanya bisa melawan para perusuh dengan kepalan tangan dan tongkat polisi.

Johnson sendiri telah diskors lantaran kedapatan mengenakan topi bertuliskan “Make America Great Again” (slogan kubu Trump) saat bergerak di antara para perusuh. Menurut pengakuan Johnson pada para rekannya, ia mengenakan topi tersebut sebagai taktik untuk meraih kepercayaan para pendukung Trump saat berupaya mendekati seorang personil polisi yang dikeroyok para perusuh. Sebuah video yang diperoleh oleh Wall Street Journal menunjukkan, Johnson tengah meminta para perusuh untuk membantunya menyelamatkan rekannya.   

Saat kerusuhan terjadi, Johnson berulang kali bertanya via radio polisi, “Adakah yang punya rencana (untuk menghentikan kerusuhan)?!”

___

Kepolisian Capitol memiliki lebih dari 2.300 staf dan anggaran yang terus bertambah dengan cepat sepanjang 20 tahun terakhir hingga mencapai USD 500 juta, lebih besar dari banyak departemen polisi perkotaan utama di AS. Minneapolis, contohnya, hanya memiliki 840 personil dan anggaran sebesar USD 176 juta.

Kendati mendapat banyak peringatan akan ancaman terjadinya pemberontakan dan banyaknya tenaga maupun waktu untuk mengantisipasi ancaman-ancaman tersebut, Kepolisian Capitol hanya memperkirakan terjadinya demonstrasi yang hanya berisi orasi pada 6 Januari.

Baca Juga: Pendukung Trump yang Serbu Gedung Capitol Harapkan Pengampunan dan Tak Dipenjara

Menurut seorang pejabat senior Departemen Pertahanan AS, mereka menolak tawaran bantuan dari Pentagon 3 hari sebelum kerusuhan terjadi. Dan selama kerusuhan terjadi, mereka juga menolak tawaran bantuan agen FBI dari Departemen Kehakiman AS.

Kerusuhan Gedung Capitol menewaskan 5 orang, termasuk petugas polisi Brian Sicknick, yang terluka akibat dipukul di bagian kepala menggunakan tabung pemadam kebakaran oleh perusuh. Seorang personil polisi lainnya tewas dalam upaya bunuh diri usai kerusuhan tersebut.

Kerusuhan tersebut memaksa dilakukannya pemeriksaan di antara lembaga penegak hukum AS. Lembaga pengawas federal meluncurkan tinjauan menyeluruh tentang bagaimana FBI, Pentagon dan lembaga lain merespon aksi kerusuhan tersebut, termasuk apakah terjadi kegagalan dalam berbagi informasi dan persiapan lain hingga menyebabkan simbol demokrasi bersejarah AS itu rentan terhadap serangan.

Baca Juga: Fotonya Viral di Sosial Media, Benarkah Chuck Norris Ikut Protes di Gedung Capitol?

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU