Putin Tak Akan Ucapkan Selamat Pada Biden Sampai Hasil Pilpres AS Resmi Selesai
Kompas dunia | 9 November 2020, 23:51 WIBUntuk saat ini, sikap Putin yang masih berdiam diri juga mengakibatkan tertundanya pertanyaan tentang bagaimana memperbaiki hubungan antar kedua negara. Pada 2016, para politisi Rusia memuji kemenangan Trump dan berharap Trump memenuhi janjinya memperbaiki hubungan AS dengan Rusia. Namun, pada kenyataannya, pemerintahan Trump mengecewakan Moskow dengan memberlakukan sanksi, mengusir sejumlah diplomat Rusia menyusul insiden pembunuhan melalui racun terhadap agen ganda Sergei Skripal di Inggris, dan mengijinkan penjualan senjata mematikan ke Ukraina.
Namun, secara karakter, Rusia tetap waspada pada pemerintahan Demokrat AS lantaran mereka cenderung blak-blakan menyampaikan kritik ke Rusia seputar isu hak asasi manusia dan demokrasi.
Biden, dalam kunjungan ke Rusia sebagai wakil presiden di tahun 2011, menekankan pendekatan itu dalam pidatonya di Universitas Patung Moskow, institusi pendidikan tinggi paling bergengsi di Rusia.
“Jangan kompromi pada elemen-elemen dasar demokrasi. Kalian tidak perlu membuat kesepakatan Faustian,” kata Biden pada para mahasiswa, menyitir perjanjian yang dibuat tokoh protagonis dalam legenda Jerman, Faust, yang membuat perjanjian dengan setan: menukar jiwanya dengan kesenangan duniawi tanpa batas. ‘Faust’ dan kata sifat ‘Faustian’ merujuk pada situasi saat seseorang yang ambisius menyerahkan integritas moralnya untuk mendapatkan kekuasaan dan kesuksesan selama jangka waktu tertentu.
Baca Juga: Protes Presiden, Warga Ukraina Bentrok dengan Aparat
Di mata Rusia, sosok Biden juga tercemar dengan menjadi orang penting dalam pemerintahan Obama di Ukraina pasca protes yang melengserkan presiden Ukraina – yang didukung Rusia – saat itu dari kekuasaan di tahun 2014. Rusia berpendapat, kerusuhan itu digerakkan oleh AS.
Para pejabat Rusia kerap menyalahkan kendala dalam hubungan Moskow – Washington selama pemerintahan Trump pada ‘Russofobia’ yang berkelanjutan dari masa Obama. Beberapa pejabat berpendapat, fobia ini bisa meningkat di bawah pemerintahan Biden.
“Dengan kemenangan Demokrat, sangat dimungkinkan terjadinya balas dendam dari semua kekuatan non-konservatif di seluruh dunia. Jika kita bicara tentang konsekuensi langsung dan sederhana, ini berarti akan lebih banyak Russofobia di Eropa, lebih banyak kematian di Ukraina timur dan di banyak tempat rawan lain, juga sanksi-sanksi politik,” ujar Konstantin Kosachev, ketua komite urusan luar negeri di MPR Rusia, yang pandangannya biasanya mewakili pandangan pemerintahan Rusia.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 dari Rusia Mampu Tunjukan Respons Imun
“Pasca era Soviet, pemerintahan Biden mungkin kembali ke kebijakan yang lebih tegas, dan ini sangat menakutkan bagi Moskow,” ujar Fyodor Lukyanov, seorang editor harian Rusia pada kantor berita Rusia, Tass.
Bagaimanapun, Kosachev dan Lukyanov mencatat bahwa pemerinthan Biden kemungkinan akan lebih menyetujui kerja sama internasional, khususnya dalam pengawasan senjata seperti memperbarui perjanjian START yang baru antara Rusia dan AS yang akan berakhir tahun depan.
Kosachev juga menyebut bahwa pemilihan Biden akan melunturkan keluhan tentang campur tangan Rusia di pilpres AS, sehingga memperlancar jalan menuju kesepakatan-kesepakatan persenjataan.
“Bukan berarti kami yakin Washington akan sadar. Namun setidaknya, penyebab iritasi utama bisa hilang. Bukankah ini alasan untuk dimulainya kembali perundingan, misalnya tentang pengendalian persenjataan? Kami pasti siap,’ pungkasnya.
Penulis : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV