> >

Charlie Hebdo, Bangga Memprovokasi Islam Meski Aksi Kekerasan Akibatnya

Kompas dunia | 30 Oktober 2020, 03:24 WIB
Polisi Prancis berjaga setelah kasus penusukan di depan bekas kantor Charlie Hebdo, Paris, Prancis, Jumat (25/9/2020). (Sumber: AP Photo)

Rangkaian karikatur Nabi Muhammad terbitan Charlie Hebdo yang menyulut kemarahan publik ini aslinya diterbitkan sebuah majalah Denmark di tahun 2005 silam. Lalu, diterbitkan ulang oleh Charlie Hebdo setahun kemudian. Karikatur-karikatur tersebut dianggap menghina Islam, dan kaum muslim seluruh dunia tersinggung, namun tetap mengutuk kekerasan yang terjadi sebagai akibatnya.

Pada 2011, kantor Charlie Hebdo diserang bom molotov usai menerbitkan karikatur lelucon Nabi Muhammad sebagai editor tamu di sampul depan.

Setahun kemudian, harian ini memproduksi lebih banyak karikatur Nabi Muhammad. Karikatur-karikatur tersebut menggambarkan sang nabi dalam keadaan telanjang dan dalam pose porno yang merendahkan. Meski menegur Charlie Hebdo karena membuat tensi memanas, pemerintah Prancis tetap mengutamakan kebebasan berekspresi.

Pada Januari 2015, dua teroris Al-Qaeda kelahiran Prancis yang tersulut kemarahan akibat karikatur-karikatur tersebut, menyerbu kantor Charlie Hebdo dan membunuh 12 orang, termasuk kepala editor dan beberapa kartunis.

Namun, bukannya surut, Charlie Hebdo justru makin berulah. Saat hari persidangan kasus serangan teroris 2015 digelar, Charlie Hebdo kembali menerbitkan karikatur-karikatur Nabi Muhammad versi lama yang jadi penyebab serangan.  

Baca Juga: Al Qaeda Ancam Charlie Hebdo Terkait Kartun Nabi Muhammad

Beberapa minggu kemudian, seorang pemuda Pakistan menusuk dua orang di luar kantor Charlie Hebdo akibat publikasi kembali rangkaian karikatur tersebut. Pada 16 Oktober 2020, seorang pengungsi Chechnya memenggal kepala seorang guru sejarah di dekat Paris yang telah memperlihatkan karikatur-karikatur tersebut pada murid-muridnya di kelas, dalam debat tentang kebebasan berekspresi.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron. (Sumber: AP Photo)

Sebagai tanggapan, Presiden Prancis Emmanuel Macron secara tegas membela kebebasan Charlie Hebdo untuk menerbitkan karikatur dan berbicara menentang Islamisme. Ini, menyulut aksi protes dan boikot terhadap produk Prancis dari umat muslim seluruh dunia. Juga, aksi kekerasan melawan Prancis dari sejumlah kalangan ekstrimis.

Sonia Mejri, janda Prancis yang kecewa dari komandan ISIS yang merekrut salah satu teroris penyerang kantor Charlie Hebdo tahun 2015, selama persidangan, bersaksi dari penjara. Di akhir kesaksiannya, ia mengalamatkan sebuah pesan bagi para jurnalis Charlie Hebdo, juga mereka yang duduk di ruang sidang, “Jangan berhenti. Ini penting. Inilah yang paling mereka benci.” Kata Mejri, “Anda mewakili kebebasan. Apa yang mereka inginkan adalah menciptakan ketidaknyamanan dalam masyarakat.”

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU