> >

Normalisasi Hubungan UAE dan Israel Memungkinkan Umat Yahudi Beribadah di Al Aqsa

Kompas dunia | 15 September 2020, 09:44 WIB
Masjid Al Aqsa di Yerusalem. (Sumber: Shutterstock/Kompas.com)

Yerusalem, Kompas.TV- Para analis menyorot sebuah pernyataan yang ada dalam perjanjian normalisasi hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab (UAE). Menurut Laporan LSM Terrestrial Jerusalem (TJ), ada perubahan mendasar tentang status quo Masjid Al Aqsa. Perubahan mendasar ini dikhawatirkan akan memiliki konsekuensi yang luas pada perdamaian di kawasan ini.

Seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (14/9/2020) di bawah status quo yang ditetapkan pada tahun 1967, hanya umat muslim yang dapat beribadah di dalam Al Haram Al Sharif, atau dikenal juga dengan kompleks Masjidil Aqsa. Di dalam kompleks seluas 35 hektar ini, non-muslim hanya bisa berkunjung, namun tidak dapat beribadah.

Namun dalam klausul kesepakatan yang ditunjukkan antara Israel dan negara-negara teluk Arab, tampaknya kesepakatan ini akan berubah.

“Seperti yang tertuang dalam visi perdamaian, semua muslim yang datang dengan damai dapat berkunjung dan berdoa di Masjid Al Aqsa. Sedangkan situs suci Yerusalem lainnya harus tetap terbuka untuk pemuja damai dari semua agama,” demikian bunyi pernyataan bersama antara Amerika Serikat. Israel dan UAE yang dirilis pada 13 Agustus lalu oleh Presiden Donald Trump.

Pernyataan ini diperkirakan para pengamat dapat menjadi sumber masalah baru. Menurut penjelasan TJ, Israel mendafinisikan Al Aqsa sebagai struktur sebuah masjid. Sedangkan apapun di kompleks itu selain masjid, tidak dianggap sebagai Al Aqsa.

“Menurut Israel (dan tampaknya Amerika Serikat), apapun yang bukan struktur Masjid didefinisikan sebagai ‘salah satu situs suci Yerusalem lainnya’ dan terbuka untuk ibadah oleh semua agama, termasuk Yahudi,” kata laporan TJ.

Khaled Zabarqa, seorang pengacara Palestina yang berspesialisasi dalam urusan Al-Aqsa dan Yerusalem, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pernyataan itu "dengan sangat jelas mengatakan masjid tidaklah berada di bawah kedaulatan Muslim".

"Ketika UEA menerima klausul seperti itu, ia setuju dan memberi lampu hijau bagi kedaulatan Israel atas Masjid Al-Aqsa," kata Zabarqa.

"Ini pelanggaran yang jelas dan besar-besaran untuk status quo internasional dan hukum Masjid Al-Aqsa setelah pendudukan Yerusalem pada tahun 1967, yang mengatakan segala sesuatu di dalam tembok berada di bawah pengawasan Yordania."

Warga Palestina sendiri telah lama prihatin atas kemungkinan adanya upaya untuk membagi masjid suci. Hal seperti demikian sudah pernah terjadi sebelumnya pada Masjid Ibrahimi di Hebron.

“Selama bertahun-tahun, telah ada gerakan yang berkembang, sebagian besar dipimpin oleh "hak nasionalis ekstrim agama Yahudi" yang berupaya mengubah status quo,” kata laporan oleh TJ.

Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak pengunjung Yahudi yang mencoba beribadah di situs yang melanggar status quo. Daniel Seidemann, seorang pengacara Israel yang mengkhususkan diri dalam geopolitik Yerusalem, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia "sangat prihatin tentang apa yang terjadi".

Sebelumnya, pada Kamis (13/8/2020) lalu, Israel dan UAE sepakat untuk sepenuhnya menormalisasi hubungan kedua negara. Namun demikian, Israel menegaskan, normalisasi ini tidak akan menghentikan rencana aneksasi atau pencaplokan wilayah di Tepi Barat, Palestina. Palestina menyebut normalisasi yang melibatkan Amerika Serikat sebagai penengah ini adalah sebuah “tusukan dari belakang yang berbahaya”.

Penulis : Tussie-Ayu

Sumber : Kompas TV


TERBARU