> >

Mengapa Masyarakat Terjebak Panic Buying Awal PPKM Darurat? Ini Penjelasan Psikolog

Lifestyle | 6 Juli 2021, 19:45 WIB
Ilustrasi panic buying. (Sumber: Freepik)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Jelang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, masyarakat kerap terjebak fenomena panic buying, aksi memborong sesuatu karena khawatir tidak mendapatkannya di kemudian hari.

Beberapa barang, seperti tabung oksigen, obat-obatan, dan vitamin yang diperlukan di masa pandemi Covid-19 mendadak diborong sehingga menyebabkan kelangkaan barang dan melabungnya harga.

Fenomena panic buying bukan terjadi di awal PPKM Darurat saja. Pada awal-awal munculnya pandemi Covid-19, masyarakat berbondong-bondong memborong hand sanitizer dan masker medis sehingga membuat kedua barang tersebut langka dan mahal.

Baca Juga: KSP: Semua Kebutuhan Akan Cukup Kalau Masyarakat Tidak Panic Buying

Lantas, mengapa hal ini bisa terjadi?

Psikolog klinis dewasa dari Universitas Indonesia Mega Tala Harimukhti menjelaskan alasan mengapa masyarakat terjebak panic buying di tengah pandemi Covid-19.

Salah satu alasannya karena adanya PPKM Darurat itu sendiri, di mana pemerintah membatasi aktivitas masyarakatnya, terutama di Jawa dan Bali, sejak 3-20 Juli 2021.

Menurutnya, selama PPKM, akan timbul persepsi terjadi kelangkaan produk kebutuhan sehari-hari sehingga mendorong keinginan untuk memborong alias panic buying.

Menurutnya, untuk kasus ini, panic buying bisa disiasati dengan membuat daftar kebutuhan bulanan untuk keluarga, sehingga belanja bisa dibatasi.

Baca Juga: Jelang Lockdown, Warga Malaysia Panic Buying!

“Kondisi ini kami hanya dibatasi untuk tidak keluar kalau tidak ada kepentingan. Ini untuk kebaikan kita dan keluarga. Sebenarnya kita tahu kebutuhan bulanan keluarga apa saja, kita punya list-nya, semisal vitamin, makanan, cukup ikuti list itu, jadi tidak perlu bersikap cemas sampai panik," kata Mega dikutip dari Antara, Selasa (6/7/2021).

Selain karena PPKM Darurat, panic buying terjadi karena kekhawatiran masyarakat akan meningkatnya kasus positif Covid-19 di Tanah Air.

Situasi ini diperparah dengan kemampuan berpikir positif masyarakat yang justru dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk menjadi peluang bisnis.

"Gimana enggak, nyari vitamin saja susah, bahkan oximeter jadi harganya melambung dan akhirnya karena tidak semua berpikir positif dan baik. Akhirnya ada pihak-pihak yang memanfaatkan peluang ini untuk menjadi sebuah peluang bisnis," terang Mega.

Baca Juga: Stok Tabung Oksigen di Kota Bandung Terbatas, Masyarakat Diminta Tak Panic Buying

Terlebih, pandemi Covid-19 ini juga tidak hanya menyerang fisik, tetapi juga menguras mental dan pikiran. Masyarakat menjadi lebih mudah cemas dan khawatir akan mendapat “giliran” terpapar virus corona.

“Di kondisi second wave ini bukan hanya sakit fisik, tetapi sakit mental bertambah. Sakit mental ini yang jelas psikosomatis, kecemasan meningkat,” pungkasnya.

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU