> >

Rachmat Gobel Usulkan 3 Solusi untuk Atasi Deflasi yang Landa Indonesia 5 Bulan Beruntun

Ekonomi dan bisnis | 9 Oktober 2024, 12:54 WIB
Foto arsip. Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel membuka raker gabungan secara virtual di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/5/2020). (Sumber: Dok. Humas DPR RI)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota DPR RI dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) Rachmat Gobel mengusulkan tiga solusi untuk mengatasi deflasi yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), telah melanda Indonesia lima bulan beruntun.

Gobel menerangkan, solusi pertama adalah memperbaiki sektor pertanian. Hal ini, menurutnya, sangat vital.

Ia menjelaskan, berdasarkan data BPS 2022, ada 40,64 juta petani di Indonesia atau 29,96 persen dari total jumlah penduduk yang bekerja.

Baca Juga: Terjebak Deflasi, Kelas Menengah Terancam 'Turun Level'! Ini Kata Ekonom UI

Sektor pertanian adalah sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Menurutnya, separuh penduduk miskin di Indonesia bekerja di sektor pertanian.

Selain itu, kata Gobel, pertanian berkaitan dengan ketahanan nasional karena menyangkut perut penduduk. Dia juga menilai membaiknya sektor pertanian akan menggerakkan ekonomi nasional.

“Sektor pertanian butuh solusi komprehensif, bukan solusi tambal sulam. Jika sektor pertanian bisa diperbaiki, maka separo masalah sudah bisa diatasi dan fondasi ekonomi bisa lebih kokoh," kata Gobel dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.tv, Rabu (9/10/2024).

"Korea, China, dan Jepang, memulai dengan membenahi sektor pertaniannya terlebih dulu sebelum beranjak ke sektor industri."

Baca Juga: Analisis Ekonom UI soal Deflasi Beruntun dan Jebakan Kelas Menengah 'Turun Level'

Ia juga mengatakan, problem pada sektor pertanian bukan soal ketersediaan lahan pertanian, tapi masalah produktivitas hasil pertanian.

“Lahan kita masih cukup, tinggal bagaimana produktivitas dinaikkan hingga dua kali lipat. Jadi yang harus dilakukan adalah intensifikasi dan modernisasi pertanian secara optimal,” ucap Gobel.

Menurut dia, perluasan lahan pertanian memang bisa berpotensi menaikkan jumlah hasil panen, namun hal itu tak akan mengurangi angka kemiskinan.

“Jadi isunya bukan sekadar terpenuhi kebutuhan pangan nasional tapi yang lebih penting lagi adalah mengentaskan kemiskinan dan menyejahterakan petani serta menggerakkan ekonomi nasional,” lanjut Gobel.

Solusi kedua, kata dia, adalah mengendalikan impor. Ia mengatakan saat ini Indonesia sedang dibanjiri barang-barang impor.

Dalam teori ekonomi, katanya, membeli barang berarti membeli waktu, membeli upah buruh, serta membeli temuan dan inovasi penciptaan barang.

Sehingga jika membeli barang impor yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri, sejatinya bangsa dan negara dirugikan.

“Ini bukan hanya hilangnya devisa dan menciptakan pengangguran, tapi mematikan kreativitas, daya cipta manusia, dan pemuliaan manusia sesama anak bangsa,” ungkapnya.

Baca Juga: Deflasi dan Dampak ke Kelas Menengah, Wamenkeu Klaim Kolaborasi dengan Negara ASEAN Bisa Jadi Solusi

Menurut Gobel, puncak dari kekacauan regulasi impor adalah lahirnya Permendag No. 8 Tahun 2024 yang menghilangkan persyaratan pertimbangan teknis dalam impor barang serta meloloskan sekitar 28 ribu kontainer yang diduga masuk tanpa persetujuan impor.

Penulis : Dian Nita Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU