> >

Agus Gumiwang: Salah Kalau Ada yang Bilang Kemenperin Antiimpor

Ekonomi dan bisnis | 17 Oktober 2023, 03:15 WIB
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan pihaknya tidak antiimpor. Ia menilai impor barang sah-sah saja selama tidak mematikan industri dalam negeri. (Sumber: Kemenperin)

Baca Juga: Aturan Baru Sri Mulyani, E-Commerce Impor 1.000 Barang atau Lebih Wajib Lapor Data ke Bea Cukai

Dalam ratas tersebut juga diputuskan pembentukan Satgas Nasional Pengendalian Impor yang terdiri dari kepolisian, Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi UKM, Kementerian Kominfo, dan Badan Karantina.

Aturan impor lainnya yang baru diterbitkan pemerintah adalah penambahan empat komoditas baru yang dikenakan tarif Most Favoured Nation (MFN) dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman.

Keempat komoditas tersebut adalah sepeda dengan tarif 25 persen hingga 40 persen, jam tangan 10 persen, kosmetik 10 persen sampai 15 persen, serta besi dan baja 0 persen hingga 20 persen.

“Kami menambah empat komoditas ini karena kami melihat transaksi perdagangan melalui barang kiriman, khususnya kosmetik, impornya sangat tinggi. Inilah yang akhirnya berdampak pada pertumbuhan industri di dalam negeri,” kata Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Fadjar Donny Tjahjadi dalam media briefing di Jakarta, Kamis (12/10). 

Baca Juga: Selain Beras, Pemerintah juga akan Impor Setengah Juta Ton Jagung untuk Pakan Ternak

Selain itu, DJBC juga melihat impor barang sepeda dan jam tangan juga meningkat, sejalan dengan tren gaya hidup di kalangan masyarakat yang cenderung gemar bersepeda dan membeli jam tangan.

Sementara terkait besi dan baja, pemerintah memutuskan untuk mengenakan tarif MFN kepada komoditas tersebut sebagai bentuk antisipasi adanya pergeseran importir dari kargo umum ke barang kiriman.

Dalam ketentuan sebelumnya, yakni PMK Nomor 199 Tahun 2019, pemerintah telah menetapkan pengenaan tarif MFN terhadap empat komoditas, yaitu tekstil dan produk tekstil dengan tarif 15 persen hingga 25 persen, alas kaki atau sepatu 25 persen hingga 30 persen, tas 15 persen hingga 20 persen, serta buku 0 persen.

“Untuk diketahui, barang kiriman itu kena tarif flat sebesar 7,5 persen, sehingga dengan PMK 96 nanti, ada delapan komoditas yang dikenakan tarif MFN,” jelas Donny.

PMK 96/2023 disebut sebagai salah satu bentuk upaya untuk melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Baca Juga: Kereta Cepat Bakal Sampai Surabaya, Pengamat: Lebih Baik Perbaiki Infrastruktur yang Sudah Ada

Salah satu ketentuan yang diatur dalam PMK tersebut adalah mengenai kewajiban kemitraan antara Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dengan DJBC.

Dalam konteks itu, PPMSE yang dimaksud adalah yang melakukan transaksi impor barang kiriman dengan jumlah lebih dari 1.000 kiriman dalam periode satu tahun kalender.

Sementara PPMSE yang bertransaksi di bawah jumlah tersebut dikecualikan dari kewajiban kemitraan.

Adapun bentuk kemitraan yang dimaksud adalah pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) atas barang kiriman yang transaksinya dilakukan melalui PMSE. Pertukaran tersebut dilakukan melalui SKP.

“Dengan ini diharapkan DJB bisa mengetahui harga sebenarnya dari barang kiriman tersebut,” ujar Donny.

 

Penulis : Dina Karina Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Antara, Kompas.tv


TERBARU