BPKP Sebut Armada KRL Cukup Tampung Penumpang Tanpa Impor, KAI Bilang Penumpang Bisa Terlantar
Ekonomi dan bisnis | 7 April 2023, 14:57 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyelesaikan audit terhadap rencana impor KRL bekas dari Jepang yang diajukan PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter/KCI).
Hasil audit itu kemudian diberikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).
Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kemenko Marves Septian Hario Seto mengungkapkan, inti dari hasil audit BPKP adalah tidak merekomendasikan impor dilakukan.
Ada beberapa alasan yang ditulis BPKP dalam hasil auditnya. Pertama, berdasarkan data BPKP, PT KCI saat ini memiliki 1.114 unit KRL, tidak termasuk 48 unit yang aktiva tetap diberhentikan dari operasi dan 36 unit yang dikonservasi sementara.
Jumlah armada tersebut dinilai BPKP masih mencukupi untuk melayani penumpang KRL yang saat ini sebanyak 273,6 juta orang.
Ini terlihat dari tingkat okupansi KRL di 2023 yang masih 62,75 persen.
"Overload ini memang terjadi ya pada jam-jam sibuk. Namun secara keseluruhan untuk okupansi tahun 2023 itu adalah 62,75 persen, 2024 diperkirakan masih 79 persen, dan 2025 sebanyak 83 persen," kata Hario dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (6/4/2023).
Baca Juga: Mudik Ala Sultan dengan Kereta Istimewa, Tarif Rp190 Juta, Bebas Mampir Kota Lain untuk Kulineran
BPKP juga membandingkan dengan kondisi tahun 2019 dimana KCI memiliki 1.078 unit KRL dan dapat mengangkut 336,3 juta penumpang.
Sementara tahun ini, KCI memiliki jumlah armada yang lebih banyak yakni 1.114 unit dan jumlah penumpang yang lebih sedikit yaitu 273,6 juta orang sehingga seharusnya lebih memadai dibanding 2019.
"Rata-rata jumlah penumpang yang sekarang itu adalah sekitar 800.000 penumpang per hari, dengan pada saat peak hour bisa mencapai di atas 900.000. Nah ini masih lebih kecil dibandingkan 2019 di mana rata-rata jumlah penumpangnya adalah 1,1 juta," ujar Hario.
Alasan kedua, BPKP menemukan biaya impor KRL bekas dari Jepang tidak akurat.
Tepatnya untuk estimasi biaya handling dan transportasi KRL bekas dari Jepang ke Indonesia tidak wajar.
Lantaran, penghitungan KCI tidak berdasarkan survei harga, melainkan hanya berdasarkan harga pengadaan KRL bekas pada 2018 lalu ditambah inflasi 15 persen.
"Ada temuan terkait estimasi biaya. Jadi yang bisa diestimasikan dengan reliabel oleh BPKP ini adalah biaya pengadaan dari Japan Railway-nya. Namun terkait dengan kewajaran biaya handling dan transportasi dari Jepang ke Indonesia yang diajukan oleh PT KCI ini tidak dapat diyakini," terang Hario.
Baca Juga: DPR: Impor KRL Bekas Takkan Terjadi Kalau KCI Punya Rencana Kerja Baik, Jangan Sampai Beli Rongsok
Padahal, hasil survei BPKP ke Pelindo, kontainer yang tersedia hanya berukuran 20 feet dan 40 feet sehingga pengangkutan dan pengiriman KRL impor dari Jepang harus menggunakan kapal kargo sendiri.
"Nah ini tentu saja bisa menyebabkan penambahan biaya yang harus diestimasikan dengan akurat," ucapnya.
Untuk itu, Kemenko Marves akan melakukan pertemuan dengan Kementerian Perhubungan, KCI, dan KAI guna membahas hal ini.
"Kalau dari hasil review BPKP-nya sih sudah cukup jelas hasilnya ya dan kita akan mengacu kepada hasil review ini," kata Hario.
"So far kita akan berpegang pada rekomendasi dari BPKP tapi nanti mungkin rencananya akan diadakan rapat yang dipimpin Pak Menko langsung ya terkait dengan rencana retrofit dan optimalisasi pola operasinya ini. Mungkin minggu depan," tambahnya.
Sebelumnya, pihak KAI membeberkan jumlah penumpang yang akan terlantar jika impor kereta tidak dilakukan tahun ini.
Penulis : Dina Karina Editor : Fadhilah
Sumber :