Cerita Pak Harto, Hamka dan Daoed Joesoef Soal Polemik Masuk Sekolah Selama Ramadan
Cerita | 16 April 2021, 04:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.TV- Kebijakan yang dibuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesof pada tahun 1978 itu menimbulkan kehebohan di kalangan umat Islam. Kala itu, sekolah negeri tidak diliburkan selama puasa.
Padahal sebelumnya, setiap memasuki bulan puasa, sekolah selalu libur. Dan tradisi itu sudah berlangsung sejak lama. Namun Deoed Joesoef punya argumen. Dalam pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada pada 16 Mei 1978, menteri pendidikan lulusan Prancis ini mengatakan bahwa libur puasa anak sekolah itu kebijakan pembodohan dari pemerintah kolonial kepada bangsa Hindia.
Baca Juga: Dubai Tak Wajibkan Restoran Gunakan Tirai selama Puasa Ramadan
“Kebijakan Belanda itu semata-mata untuk meninabobokan kita. Kalau karena libur sekolah selama sebulan penuh anak-anak Muslim kita menjadi tertinggal keintelektualannya, yang rugi bukan Belanda tetapi kita sendiri,” kata Daoed dalam memoarnya, Dia dan Aku: Memoar Pencari Kebenaran.
Polemik ini cukup lama terjadi, sampai akhirnya Presiden Soeharto bersedia menerima pengurus MUI di Bina Graha yang difasilitasi oleh Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara, Senin 7 Mei 1979.
Dari MUI hadir dipimpin ketua umumnya, Prof. Dr. Hamka ditemani Hasan Basri, H Sudirman, H Syukri Gazali, dan H Amiruddin Siregar. Dalam pertemuan yang berlangsung selama setengah jam itu dibahas masalah liburan puasa bagi murid-murid sekolah serta persoalan Komisi Pembaharuan Pendidikan.
Baca Juga: Mencicipi Makanan saat Berpuasa Ramadan, Batal Tidak Ya?
Kepada pimpinan MUI, Presiden Soeharto menjelaskan bahwa bahwa pada prinsipnya murid sekolah mendapat liburan selama bulan puasa, tapi liburan itu tidak penuh satu bulan.
Kata Soeharto, dengan tidak meliburkan sekolah secara penuh pada bulan puasa, pemerintah sama sekali tidak bermaksud untuk mensekulerkan masyarakat.
Pemerintah, kata Pak Harto, sama sekali tidak dimaksudkan untuk tidak menghargai kehidupan agama. Menurut Presiden, langkah itu diambil untuk menyesuaikan dan menyusul ketinggalan selama ini, dalam rangka nation building seperti dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 29 Maret 1978 – 11 Maret 1983”, yang diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV