> >

Skema Upah Per Jam di Omnibus Law Memantik Protes

Kebijakan | 21 Januari 2020, 15:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.TV - Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ditargetkan tuntas dan meluncur pekan ini.

Ada satu hal yang sangat menarik terutama tentang aturan ketenagakerjaan: pemerintah merestui skema upah per jam.

Habis gelap terbitlah terang, ini yang diharapkan pemerintah di sektor investasi. 

Untuk mewujudkannya, modifikasi racikan kebijakan diramu lewat Omnibus Law. Di antaranya Cipta Lapangan Kerja.

Baca Juga: Jokowi Larang  Pasal Titipan di Omnibus Law Lapangan Kerja

Meski belum final karena masih "dimasak", satu per satu "menu" pengundang investasi mulai dibocorkan. 

Salah satunya adalah sistem upah per jam untuk sektor jasa dan perdagangan yang menuai kontroversi.

Secara rata-rata, upah pekerja manufaktur Indonesia lebih tinggi dari negara tetangga, yaitu mencapai 5.421 dolar Amerika Serikat per tahun atau sekitar 75 juta rupiah.

Di sektor industri 2020, pemerintah juga menargetkan penyerapan 19,66 juta tenaga kerja atau 15 persen dari total tenaga yang tersedia.

Karena inilah, pemerintah berusaha mencari cara tak biasa untuk menarik investor agar tak kabur ke negara tetangga. 

Apalagi, ketenagakerjaan menjadi poin paling lantang disuarakan dunia usaha.

Baca Juga: Wacana Sistem Upah Pekerja Tuai Kontroversi

Meski memantik pro dan kontra antara pekerja, pebisnis dan pemerintah, ekonom menghitung pengubahan sistem pengupahan adalah jalan terbaik.

Upah per jam akan adil dengan produktivitas pekerja.
 
Skema pengupahan per jam sudah biasa dilakukan di negara maju. 

Selain menguji produktivitas buruh, skema ini dianggap lebih adil dan mampu menarik investasi.
 

Penulis : Reny-Mardika

Sumber : Kompas TV


TERBARU