Rp300 T di Kemenkeu Bukan Korupsi dan Bukan TPPU, Lantas Apa? Ini Penjelasan Stafsus Menkeu
Ekonomi dan bisnis | 17 Maret 2023, 14:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan tentang transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp300 triliun di Kemenkeu, yang bukan korupsi pegawai dan juga bukan TPPU.
Yustinus memaparkan, ada 266 surat hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang sudah diserahkan ke Kemenkeu.
Surat itu berisi laporan transaksi mencurigakan yang terkait pidana pajak dan pidana kepabeanan. Yustinus menyatakan, saat ini laporan itu sedang diselidiki.
"Sedang diselidiki oleh penyidik pajak dan penyidik bea cukai terhadap wajib pajak, importir, eksportir yang terindikasi melakukan pelanggaran," kata Yustinus saat dihubungi Kompas TV, Jumat (17/3/2023).
Ia menuturkan, saat ada importir yang terindikasi melakukan pelanggaran kepabeanan, maka Direktorat Jenderal Bea Cukai meminta PPATK memeriksa transaksi keuangan importir tersebut.
Kemudian, PPATK akan memberikan hasil analisisnya ks Ditjen Bea Cukai.
Baca Juga: Jelaskan Transaksi Rp300 T, Mahfud akan Bertemu Sri Mulyani dan PPATK Lagi Senin Pekan Depan
"Nanti di situ ketahuan siapa importirnya, siapa jejaringnya. Jika memang ada tindak pidana, akan ditindaklanjuti," ujar Yustinus.
Begitu juga jika Direktorat Jenderal Pajak menemukan ada wajib pajak yang bermasalah, pasti akan minta data ke PPATK.
Ia pun mencontohkan bentuk pelanggaran yang kerap terjadi. Yakni, wajib pajak melakukan penghindaran pajak, transfer pricing, penggelembungan biaya dan mengecilkan omzet agar jumlah pajak yang dibayarkan kecil. "Kalau terbukti pidana pajaknya lalu bisa ditumpangi TPPU," sebutnya.
Sedangkan untuk pelanggaran kepabeanan, importir biasanya melakukan penyelundupan, pelanggaran dokumen dengan memakai dokumen ilegal. Atau tidak jujur dalam mendeklarasi jumlah barang yang diimpor.
"Atau mengimpor barang-barang yang dilarang atau harus ada izin khususnya. Kayak kemarin bea cukai menyita baju bekas, kan itu dilarang. Nah itu pidana. Nanti dilihat ada TPPU nya enggak," ujarnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV