Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Anjlok, Risiko Politik Disebut Jadi Penyebab Utama, Ini Maksudnya
Ekonomi dan bisnis | 2 Februari 2023, 21:04 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko menjelaskan bahwa anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia disebabkan turunnya Political Risk Services (PRS) atau risiko politik.
Wawan mengungkapkan, ia mengaku terkejut dengan anjloknya nilai IPK di Indonesia yang biasanya turun satu atau naik satu tiap tahunnya.
"Jadi memang, kami sebagai peneliti juga merasa terkejut, karena selama beberapa tahun terakhir, setidaknya sepanjang tahun 2012-2022, sepuluh tahun terakhir ya, kami memonitor bahwa pergerakan naik satu, turun satu, stagnan," buka Wawan dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Kamis (2/2/2023).
"Tapi tiba-tiba guncangan itu terjadi pada 2019 ke 2020, itu mulai pertama kali kita drop sampai dengan tiga poin. Kami memberi sejumlah masukan, artinya bahwa di sisi politik, sisi ekonomi, dan sisi penegakan hukum, itu harus berjalan beriringan tiga-tiganya, ya. Tidak boleh mana yang lebih duluan, mana yang ditinggalkan," paparnya.
"Nah, kemudian kita memetik hasil di tahun 2021, naik satu poin. Tetapi yang justru menjaga ritme kerja bareng bertiga ini, kembali kendor. Di mana? Di sisi politiknya," tuturnya.
"Karena turun empat poin skor CPI (Corruption Perception Index) kita tahun 2022 itu, sumbangan tertingginya adalah dari PRS (Political Risk Services). Itu drop sampai 13 poin," terangnya.
Wawan kemudian menjelaskan, sisi risiko politik menjadi masalah yang dihadapi oleh investor yang mau berbisnis di Indonesia.
Baca Juga: Jokowi Minta SPBE Dikebut untuk Tekan Korupsi, Menpan-RB: Ini Bukan Sekadar Digitalisasi
"Political risk bicara apa? Political Risk Services itu bicara soal bagaimana risiko politik yang dihadapi pelaku usaha, oleh investor, ketika mereka mau berusaha di Indonesia," lanjutnya.
"Kalau dijabarkan dalam Political Risk Services, ada setidaknya tiga hal atau indikator yang paling mengemuka. Yang pertama adalah soal konflik kepentingan yang terjadi antara pejabat atau politisi dengan pelaku bisnis," tuturnya.
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV