Buruh Demo di Depan Balai Kota DKI, Minta Heru Naikkan UMP 2023 Sebesar 13 persen
Ekonomi dan bisnis | 18 November 2022, 13:22 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Buruh dari berbagai elemen melakukan aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta untuk menuntut kenaikan UMP DKI 2023 sebesar 13 persen, hari ini Jumat (18/11/2022).
Tampak sejumlah organisasi buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FS LEM SPSI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan demonstrasi.
Melansir dari Kompas.com, salah satu orator meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono agar mendengarkan permintaan buruh terkait kenaikan UMP DKI 2023.
"Kita menuntut kepada Penjabat Gubernur DKI untuk mendengarkan aspirasi buruh (berkait UMP DKI 2023)," ucap salah satu orator.
Penentuan upah minimum tahun 2023 menjadi pembahasan yang memanas hingga saat ini. Buruh pun tetap kekeh menolak UMP dengan ingin mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang pengupahan.
Baca Juga: Apindo DKI Ingin Kenaikan UMP 2023 Dihitung Berdasarkan Putusan PTTUN DKI yang Rp4,5 Juta
Sebagaimana diketahui, Dewan Pengupahan DKI Jakarta sebelumnya telah menggelar sidang pengupahan perdana terkait nilai UMP DKI 2023 pada Selasa (15/11/2022).
Dalam sidang itu, para buruh meminta UMP DKI 2023 naik 13 persen. Sementara dari pengusaha mengaku merasa berkeberatan dengan permintaan unsur buruh.
Unsur pengusaha sendiri belum mengusulkan nilai UMP DKI 2023 saat sidang pengupahan perdana itu.
Tuntutan buruh
Sebelumnya, Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan beleid yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum penetapan UMP/UMK 2023 karena UU Cipta Kerja sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga: Geruduk Kemnaker, Buruh Tuntut Upah Naik 13 Persen dan Ancam Mogok Nasional
“Karena PP No. 36/2021 tidak digunakan sebagai dasar hukum, maka ada dua dasar yang bisa digunakan,” kata Said Iqbal, Kamis (17/11/2022).
Menurutnya, dasar pertama adalah menggunakan PP No. 78/2015 tentang pengupahan, yang mana kenaikan upah minimum besarnya dihitung dari nilai inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. Kemudian dasar hukum kedua, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Permenaker khusus untuk menetapkan UMP/UMK Tahun 2023.
Lalu alasan kedua mengapa PP 36/2021 tidak bisa digunakan, akibat kenaikan harga BBM dan upah tidak naik 3 tahun berturut-turut, menyebabkan daya beli buruh turun 30 persen. Daya beli buruh yang turun tersebut harus dinaikkan dengan menghitung inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Alasan ketiga, inflasi secara umum mencapai 6,5 persen. Oleh karena itu, harus ada penyesuaian antara harga barang dan kenaikan upah.
“Kalau menggunakan PP 36, kenaikannya hanya 2-4 persen. Ini maunya Apindo. Mereka tidak punya akal sehat dan hati. Masak naik upah di bawah inflasi,” ujar Said Iqbal.
Formula UMP dari pengusaha
Adapun Wakil Ketua Apindo DKI Nurjaman menekankan, dalam menentukan nilai UMP DKI 2023, unsur pengusaha memiliki tiga hal yang dijadikan formula, yakni prinsip, acuan, dan nilai.
"Prinsipnya adalah regulasi, aturan, dari undang-undang. Itu prinsipnya," kata Nurjaman, Rabu (16/11/2022), dikutip dari Kompas.com.
Kemudian, ia menegaskan, unsur pengusaha mengacu kepada PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan untuk menentukan nilai UMP DKI 2023.
Baca Juga: Kenaikan Upah Minimum Provinsi 2022 Batal, PJ Gubernur DKI Heru Budi Tak Keberatan
Nilai UMP DKI itu, lanjut Nurjaman, tinggal mengikuti PP Nomor 36 Tahun 2021 dan faktor-faktor lainnya, seperti nilai UMP DKI 2022.
"Nah, acuannya (menentukan UMP DKI 2023 adalah) PP Nomor 36 Tahun 2021. Angkanya (UMP DKI 2023) tinggal ngitung," ucap Nurjaman.
Terkait unsur pengusaha belum mengusulkan nilai UMP DKI 2023 saat Dewan Pengupahan DKI mengadakan sidang pengupahan perdana karena masih melihat-lihat dulu.
“Sumber, basic, untuk UMP DKI 2023 belum ketahuan dari mana," ujar Nurjaman.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV