2023 Diprediksi Resesi, KFC Hingga Matahari Tetap Yakin Tambah Puluhan Gerai di Indonesia
Ekonomi dan bisnis | 24 Oktober 2022, 08:02 WIBCEO Matahari Terry O’Connor mengatakan, jumlah total gerai akan bertambah dari 148 menjadi 160 atau lebih pada akhir 2023.
Ia menjelaskan, Matahari hadir dengan konsep baru, dalam format gerai yang lebih kecil dengan produktivitas yang lebih tinggi dan menggunakan pencahayaan LED 100 persen.
September lalu, Matahari baru menambah gerai si Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Dunia Bakal Resesi di 2023, Ini Pilihan Investasi yang Tahan Krisis Ekonomi
"Selanjutnya perseroan akan membuka gerai baru lainnya masing-masing di Bondowoso pada Oktober, Kendari dan Bontang pada November, dan di Jakarta pada Desember, serta memiliki visibilitas pada ekspansi total 10 gerai baru selama 2022," ungkap Terry dalam keterangan tertulisnya.
Sebenarnya apa yang membuat perusahaan-perusahaan itu tetap yakin masyarakat akan berbelanja di tahun yang diramal bakal lebih sulit dari tahun ini?
Co founder dan Direktur Eksekutif Segara Institut Piter Abdullah menilai, konsumsi masyarakat di Indonesia memang sangat kuat. Sehingga menjadi motor utama penggerak ekonomi selama ini.
Ia juga memprediksi masyarakat Indonesia akan tetap melakukan konsumsi dan berbelanja seperti biasa di tahun ini dan tahun depan.
"Biasa saja, konsumsi seperti biasa. Kalau masyarakat berpikir jangan belanja, pegang uang tunai saja, kalau kita tidak bergerak, nanti kejadian resesi beneran," kata Piter saat diwawancara Kompas TV, Jumat (7/10/2022).
Baca Juga: IMF Sebut Negara-negara Ini Akan Masuk Resesi yang Dalam, Penyebabnya Embargo Gas Rusia
Piter menjelaskan, Indonesia bisa tidak terdampak resesi global karena ekonominya tidak ditopang oleh ekspor, tapi oleh konsumsi masyarakat di dalam negeri. Kontribusi ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia hanya sekitar 10 persen. Sedangkan konsumsi mencapai 60 persen dan investasi sebesar 20 persen.
Sehingga jika ada resesi dunia yang menyebabkan permintaan ekspor melemah, tidak akan terlalu mempengaruhi ekonomi RI. Menurut Piter, Indonesia saat ini justru sedang dalam masa euforia setelah pandemi mereda.
"Lihat saja banyak yang mulai belanja, mulai kembali ke mall, konsumsi kita naik," ujat Piter.
Ia kemudian menyebut Indeks keyakinan konsumen terbaru yang skornya berada di atas 100 dan indeks manufaktur (PMI) yang skornya berada di atas 50. Dua indeks itu bisa dibilang sebagai indikator geliat ekonomi Indonesia.
"Skornya semua naik. Artinya mobilitas masyarakat mulai pulih karena tidak ada ketakutan akan pandemi lagi," ucapnya.
Bank Indonesia memang mencatat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada September 2022 masih berada di angka 117,1. Sebagai informasi, jika IKK ada di atas 100, berarti konsumen berada pada zona optimistis.
Baca Juga: Selain Sri Lanka dan Inggris, Ini Daftar Belasan Negara yang Alami Krisis Ekonomi
Namun, IKK September itu turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 124,7. Hal itu dipertegas dengan jatuhnya tingkat konsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama kelas menengah dengan tingkat pengeluaran Rp4,1 juta-Rp5 juta per bulan.
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meyakini, jika turunnya IKK ini hanya bersifat sementara, paling tidak 1-2 bulan saja. Lantaran dampak dari naiknya harga BBM.
“Dampak ini lebih dirasakan saat ini dikarenakan industri usaha ritel juga sedang berada dalam low season [musim sepi kunjungan] sebagaimana biasanya yang terjadi juga sebelum pandemi,” kata Ketua APPBI Alphonzus Widjaja kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Antara