> >

Ekonomi RI Dipuji IMF, KSP Sebut karena Kebijakan Gas-Rem Jokowi

Ekonomi dan bisnis | 19 Juli 2022, 12:35 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi bertemu Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Kristalina Georgieva di Istana Kepesidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (17/7/2022). (Sumber: Tangkapan layar video YouTube Sekretariat Presiden.)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketahanan ekonomi Indonesia terhadap krisis, mendapat pujian dari sejumlah pihak. Salah satunya Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva yang menyebut ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 4-5 persen, di saat ekonomi negara lain hanya bisa tumbuh rendah. 

Menurut Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono, keberhasilan Indonesia menjaga daya tahan ekonomi selama pandemi COVID-19 dan konflik geopolitik, karena keseimbangan kebijakan “gas dan rem” Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Edy mengatakan, Presiden Jokowi konsisten menjaga keseimbangan antara penanganan kesehatan dan ekonomi masyarakat. Keseimbangan kebijakan antara kesehatan dan ekonomi itulah yang dimaksud dengan pendekatan “gas dan rem”.

 

“Sekarang terbukti bahwa strategi ‘gas dan rem’ Presiden Jokowi hasilnya sangat baik. Tidak hanya pada penanganan pandemi tapi juga pemulihan ekonominya,” kata Edy dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/7/2022). 

Baca Juga: Terakhir ke Jakarta Saat Krisis 1998, Bos IMF Sebut Ada Peningkatan Luar Biasa

Edy menyebut, IMF menilai berbagai indikator ekonomi Indonesia saat ini dalam keadaan baik. Seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar mata uang, neraca pembayaran, kinerja fiskal, dan moneter.

Menurut Edy, pemerintah juga konsisten menerapkan upaya dalam mengendalikan inflasi nasional. Meskipun angka inflasi pada Juni 2022 relatif tinggi dari biasanya yakni mencapai 4,35 persen (year on year), jika dibandingkan dengan banyak negara lain, inflasi Indonesia masih relatif terkendali.

Pengendalian inflasi, kata Edy, dilakukan dari dua sisi yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Otoritas moneter Bank Indonesia (BI) hingga saat ini masih mempertahankan suku bunga acuan. Namun di sisi lain, BI menaikkan Giro Wajib Minumum (GWM) agar jumlah uang yang beredar tidak terlalu besar sehingga inflasi lebih terkendali.

Sementara dari sisi fiskal, kata Edy, pemerintah berusaha untuk mempertahankan harga pangan dan energi di tengah gejolak harga komoditas global. 

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Antara


TERBARU