Kenaikan Harga Pangan Bisa Lanjut Sampai 2023, Jutaan Orang Terancam Kurang Gizi
Ekonomi dan bisnis | 30 Juni 2022, 10:47 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Organisasi pangan PBB, FAO, memproyeksikan kenaikan harga pangan masih akan terjadi hingga tahun depan. Hal itu disebabkan terganggunya ekspor gandum Ukraina dan dampak perang Rusia-Ukraina lainnya.
FAO dan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) juga memproyeksikan, tingginya harga pangan hingga 2023 akan menambah jumlah warna dunia yang kelaparan dan kekurangan gizi.
Rusia dan Ukraina adalah eksportir gandum terbesar pertama dan kelima di dunia yang masing-masing menyumbang 20 persen dan 10 persen dari penjualan global. Namun pasokan gandum Ukraina terganggu akibat penutupan pelabuhan di Laut Azov dan Laut Hitam.
Ukraina masih bisa mengekspor secara terbatas lewat jalur kereta dan jalan raya. Namun karena tidak efektif, mereka hanya bisa mengirim 20 persen dari kapasitas ekspornya.
Baca Juga: Zelensky Tantang Jokowi: Gandum Ukraina Harus Sampai ke Indonesia
Proyeksi FAO/OECD menunjukkan bahwa harga gandum 2022/23 bisa 19 persen di atas tingkat sebelum perang jika Ukraina sepenuhnya kehilangan kapasitas ekspornya.
Kemudian harga gandum bisa 34 persen lebih tinggi jika sebagai tambahan ekspor Rusia dikurangi setengahnya.
"Dengan ketahanan pangan yang sudah di bawah tekanan, konsekuensinya akan mengerikan, terutama bagi mereka yang paling rentan," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann dalam presentasi FAO/OECD Agricultural Outlook 2022-2031, seperti dikutip dari Antara, Kamis (30/6/2022).
Sebelumnya, Komisi Eropa menyatakan sekitar 20 juta ton gandum harus diekspor dari Ukraina pada akhir bulan Juli, untuk memberi ruang bagi panen tahun ini dan menghindari kekurangan pangan di Afrika.
Baca Juga: Susul Ekuador, China Turunkan Harga Bensin dan Solar, Sepanjang 2022 Sudah 2 Kali
Penulis : Dina Karina Editor : Purwanto
Sumber : Antara