> >

Ikut Tax Amnesty Jilid 2, Harta Tidak Bisa Dijadikan Penyelidikan Pidana

Kebijakan | 27 Desember 2021, 13:16 WIB
Ilustrasi Program Pengungkapan Sukarela (PPS). (Sumber: Ditjen Pajak Kemenkeu)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Keuangan telah menerbitkan payung hukum kebijakan Tax Amnesty Jilid 2 atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Payung hukum perpajakan  itu, nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak pada 22 Desember 2021, dan mulai diundangkan pada 23 Desember 2021.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengharapkan, Wajib Pajak (WP) dapat mengikuti PPS karena program ini memiliki banyak manfaat untuk WP.

“Di antaranya, terbebas dari sanksi administratif dan perlindungan data bahwa data harta yang diungkapkan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau
penuntutan pidana terhadap WP," kata Neilmadrin dalam siaran persnya, Senin (27/12/2021).

Baca Juga: Risma Minta Pemda dan Bank BUMN Percepat Pemberian Bansos

Ia pun menjelaskan perbedaan antara Tax Amnesty Jilid 1 yang digelar pada 2016, dengan PPS. Yaitu, PPS khusus untuk WP pribadi sedangkan TA 1 untuk pribadi dan badan.

Kemudian basis pengungkapan pada TA 1 merupakan harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan saat mengikuti TA. Sedangkan pada PPS, basisnya adalah perolehan 2016 s.d. 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.

Khusus untuk PPS, tarif pajak yang berlaku adalah 18 persen untuk harta deklarasi luar negeri (LN); 14 persen untuk harta LN repatriasi; dan 12 persen untuk harta LN repatriasi serta harta deklarasi DN (dalam negeri) yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi SDA renewable energy.

Baca Juga: UKM Dominasi Penggunaan Jasa Pengiriman, Geser Posisi Industri Besar

"Program dilaksanakan selama 6 bulan. Yaitu mulai 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022," ujar Neilmadrin.

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber :


TERBARU