Sistem Pengupahan 2022 Dinilai Kembali Melegalkan Pemberian Upah Murah Bagi Buruh
Kebijakan | 16 November 2021, 12:28 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Kenaikan upah minimum tahun 2022 yang rata-rata sebesar 1,09 persen dinilai terlalu kecil bagi pekerja yang saat ini sudah terdampak pandemi.
Melansir dari Kompas.id, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita Silaban mengatakan, kemerosotan upah yang drastis mulai tahun depan itu harus diiringi dengan penguatan sistem sosialisasi dan pengawasan ke perusahaan-perusahaan.
Pasalnya, berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional per Februari 2021 menunjukkan, tingkat kepatuhan pengusaha dalam membayar pekerjanya sesuai upah minimum terbilang rendah dari tahun ke tahun. Bahkan, persentase pekerja yang dibayar di bawah upah minimum juga meningkat selama empat tahun terakhir.
Pada Februari 2019, ada 47,07 persen pekerja yang masih dibayar di bawah upah minimum provinsi. Komposisi itu meningkat menjadi 48,66 persen pada Februari 2020 dan kembali naik menjadi 49,67 persen per Februari 2021.
Lebih lanjut, Elly menilai, kenaikan upah yang hanya sekitar di angka 1 persen itu terlalu kecil bagi pekerja, yang saat ini sudah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup di tengah pandemi.
Kenaikan upah minimum yang tipis itu semakin tidak beralasan karena sebenarnya usaha mikro-kecil sudah dikecualikan dari keharusan membayar upah minimum.
Lagipula, tidak semua perusahaan merugi. Ada sektor-sektor tertentu yang masih bertahan, bahkan mendapat untung selama pandemi.
Baca Juga: Keluarkan Kebijakan Baru, Upah Minimum Tak Berlaku untuk Pelaku UMK Mulai Tahun Depan
”Sistem ini kembali melegalkan pemberian upah murah bagi buruh, ini kondisi terburuk sepanjang sejarah. Jika tidak ada monitoring dan pengawasan yang kuat, sistem pengupahan ini akan semakin menekan kesejahteraan buruh,” ujar Elly, dikutip pada Selasa (16/11/2021).
Sanksi tegas
Elly mengungkapkan, pelanggaran upah minimum sudah terjadi dari tahun ke tahun, tetapi minim tindak lanjut. Alasannya pun bermacam-macam, mulai dari jumlah pengawas ketenagakerjaan yang kurang sampai terbatasnya kapasitas dan kualitas tenaga pengawas.
Oleh karena itu, ia meminta agar kali ini aturan sanksi jangan hanya garang di atas kertas.
”Selama ini buktinya nyaris tidak ada sanksi untuk pengusaha yang melanggar aturan upah minimum atau tidak memenuhi kesepakatan penangguhan. Harus benar-benar ada monitoring yang kuat. Kalau tidak, ini menjadi pukulan ganda untuk buruh,” katanya.
Adapun, Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kemenaker Dinar Titus Jogaswitani menyampaikan, kali ini pengusaha seharusnya lebih patuh menjalankan aturan pengupahan.
Sebab, kenaikan upah minimum mulai tahun depan akan mengikuti sistem pengupahan baru yang membuat besaran kenaikan upah lebih kecil daripada sebelumnya.
Sebelumnya, Pemerintah dan Dewan Pengupahan Nasional mengestimasi, rata-rata persentase kenaikan upah minimum 2022 adalah 1,09 persen.
Hasil simulasi menggunakan kalkulator upah Wagepedia oleh Kemenaker menunjukkan, sebanyak 13 provinsi mengalami kenaikan upah minimum di bawah 1 persen dan 14 provinsi naik di kisaran 1 persen.
Kenaikan upah minimum ini merosot jauh dibandingkan sebelumnya. Hal ini berkaca pada lima tahun terakhir, kenaikan upah minimum biasanya selalu di atas 8 persen.
Baca Juga: Segera Diumumkan, Ini Bocoran UMP 2022, Jakarta Tertinggi dan Jawa Tengah Terendah
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV/Kompas.id