Dear Jokowi, Nelayan-Nelayan Indonesia Titip 4 Hal Ini Dapat Dibahas dalam KTT Perubahan Iklim
Ekonomi dan bisnis | 2 November 2021, 09:43 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Konferensi Tingkat Tinggi COP UNFCCC ke-26 yang diselenggarakan di Glasgow, Britania Raya harus menghasilkan langkah secepatnya untuk mengatasi dampak perubahan iklim, khususnya bagi sektor kelautan dan perikanan serta perlindungan bagi nelayan.
Oleh sebab itu, menurut Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan, perlindungan terhadap nelayan adalah hal yang mutlak yang harus dibahas dalam negosiasi iklim yang dilakukan di Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) 2021.
Ia juga menegaskan, komitmen kuat harus diambil oleh para pemimpin dunia untuk menurunkan emisi karbon secara radikal untuk menyelamatkan laut dan daerah pesisir sebagai sumber kehidupan dan penghasil asupan protein bagi 3,3 miliar warga dunia.
“Perubahan iklim global telah mengancam perikanan dunia, dari soal migrasi ikan, perubahan fishing ground, terputusnya rantai makanan di perairan akibat keasaman laut hingga pemutihan karang (bleaching) yang jadi habitat ikan,” tutur Dani dalam keterangan tertulis, Selasa (2/11/2021).
Selain itu, ia menyebutkan bahwa Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) bahkan memproyeksikan penurunan potensi tangkapan maksimum di zona ekonomi eksklusif global antara 2,8 persen dan 5,3 persen pada tahun 2050.
Dalam konteks ini, perlindungan terhadap nelayan kecil dan tradisional yang menempati pangsa terbesar dalam produksi perikanan dunia, menjadi strategi penting dalam mewujudkan keberlanjutan pangan protein.
Baca Juga: Akhir Tahun 2021 Waspadai La Nina, Berdampak ke Petani dan Nelayan
Tak hanya itu, akibat perubahan iklim, nelayan kecil dan tradisional dihadapkan pada sejumlah permasalahan, seperti nelayan tidak dapat memperkirakan waktu dan lokasi penangkapan ikan, serta persoalan terkait tingginya risiko melaut akibat cuaca ekstrem.
"Hal ini menyebabkan nelayan harus menangkap ikan lebih jauh dengan ketidakpastian dan risiko akibat badai ataupun gelombang besar akibat cuaca ektrem yang bisa terjadi kapanpun. Alih-alih mendapat hasil yang menguntungkan, justru sering tidak menutup biaya produksi yang dikeluarkan," ungkap Dani.
Lalu, kenaikan muka air laut dan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim juga berdampak secara langsung terhadap terjadinya abrasi yang merusak ekosistem pantai serta hancurnya infrastruktur perkampungan pesisir akibat hantaman gelombang maupun banjir rob.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV