Polemik Kereta Cepat Jakarta-Bandung, KSP Sebut Tak Ingin Ulangi Proyek Besar Jadi Mangkrak
Ekonomi dan bisnis | 13 Oktober 2021, 11:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akhirnya akan didanai menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara. Selanjutnya Presiden menyerahkan proyek ini ke BUMN dengan skema BtoB (Business to business).
Bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi 6 tahun lalu, sekitar pertengah September 2015, bahwa proyek tak akan mencomot dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Ketentuan pendanaan itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung. Pasal 4 aturan itu semula mengatur pendanaan yang bersumber dari penerbitan obligasi konsorsium, pinjaman, maupun sumber pendanaan lain, tetapi tidak dari APBN.
Belakangan pendanaan proyek menjadi sorotan karena presiden mengubah peraturan yang dibuatnya. Ia menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021, yang mengubah Perpres Nomor 107 Tahun 2015.
Tak hanya mengenai pendanaan, perubahan lain peraturan itu adalah penyebutan proyek strategis nasional sebagai pertimbangan presiden mengubah peraturan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Peraturan itu juga menjelaskan pembentukan Komite yang diketuai oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri Perhubungan. Tugasnya menyelesaikan persoalan pendanaan dan modal akibat biaya yang membengkak, termasuk rencana penyertaan modal dan penyelesaian kewajiban pimpinan pereusahaan patungan.
Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sudah berjalan sekitar 80 persen. Sehingga proyek itu menjadi agenda penting karena masuk program strategis nasional.
“Kita tidak boleh mengulangi cara-cara lama untuk meninggalkan program atau proyek-proyek sebesar ini menjadi mangkrak. Karena uang yang digunakan ini adalah uang rakyat. Ini adalah hasil pajak dan PNBP,” ujarnya dalam program Sapa Indonesia KompasTV, Rabu (13/10/2021).
Mengenai protes terhadap rencana penyertaan modal memakai dana APBN, Ali mengatakan hal itu sudah dijelaskan dalam Perpres no.93 tahun 2021.
“Jadi perpres itu, gambaran sikap dan pikiran presiden untuk bagaimana penanganan kereta cepat adalah langkah terakhir,” katanya. Artinya, presiden sudah berupaya tidak menggunakan APBN, namun situasi tidak memungkinkan.
Baca Juga: Penunjukan PT KAI Pimpin Konsorsium Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dipertanyakan
Selain Itu Ali berdalih pada pandemi Covid-19. Proyek yang dimulai sejak 2015 tak disangka akan menghadapi "hal besar" pandemi Covid-19. Hal ini kemudian ia anggap sebagai permasalahan.
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menyebut, Perpres Nomor 93 tahun 2021 tersebut adalah exit way supaya proyek ini bisa rampung. Mengingat, proyek kereta cepat ini adalah projek strategis nasional.
“Saya dari awal tidak mengkritisi kereta cepatnya, tetapi cara menghadirkan kereta cepat dari sisi bahwa dari awal terlalu dini menyatakan pasti menggunakan skema BtoB dan tidak menggunakan APBN,” terangnya dalam kesempatan yang sama.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV