Hippindo: Pusat Perbelanjaan dan Kios Terpaksa Dijual karena Pemasukan Turun Drastis
Ekonomi dan bisnis | 2 September 2021, 12:47 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Kabar terkait pusat perbelanjaan dan kios-kios yang dijual karena sepi pengunjung, merupakan strategi bisnis dari para pengelola untuk bertahan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah. Ia menjelaskan, sebenarnya kegiatan jual-beli atau pemindahtanganan mal atau pusat belanja itu sudah terjadi sejak sebelum pandemi.
Namun, adanya pandemi Covid-19 semakin mempersulit keadaan para peritel. Sehingga dampaknya, tidak sedikit dari pusat belanja maupun kios yang terpaksa dijual atau dilelang karena pemasukan yang menurun drastis.
"Jadi logikanya pasti terjadi hal-hal tersebut. Seperti ada kios yang dijual atau dilelang. Ini adalah dampak dari pandemi sehingga hotel, restoran, mal, serta toko-toko yang ada di pusat belanja ada yang dijual," kata Budihardjo, Rabu (1/9/2021), dikutip dari Kontan.
Diketahui, ada sekitar lima pusat perbelanjaan atau mal yang terancam dijual karena sepi pengunjung pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Salah satunya adalah Mal Ujung Berung Town Square (Ubertos) Kota Bandung, yang akhir-akhir ini santer dibicarakan di media sosial akan dijual.
Lebih lanjut, Budihardjo menuturkan, pengetatan kebijakan PPKM sejak beberapa bulan lalu, sontak membuat kunjungan mal pun turun drastis. Hal itu lantas berimbas kepada penurunan pemasukan peritel, baik itu penyewa toko maupun pengelola mal.
Baca Juga: Sekitar 200 Swalayan Tutup di Tahun 2021, Pelaku Usaha Ritel & Mal Harapkan Ada Stimulus
"Pasti terjadi kesulitan dari penyewa yang membayar sewa ke mal, karena mal itu hidupnya dari penyewaan. Kami ini asosiasi penyewa, dari kami sudah susah. Saat ini kami sudah kesulitan membayar sewa, sudah pasti malnya juga berkurang income-nya," ungkapnya.
Adapun, selama PPKM darurat atau ketika mal ditutup, kunjungan ke mal hanya berada di kisaran 10-20 persen saja. Hal itu utamanya disebabkan oleh penutupan sarana hiburan dan juga pelarangan masyarakat untuk makan di tempat atau dine in.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Kontan