Butuh Antisipasi Lahan yang Terkikis, Jawa Barat Rawan Kekurangan Petani Produktif
Ekonomi dan bisnis | 2 Agustus 2021, 15:35 WIBBANDUNG, KOMPAS.TV – Jawa Barat kehilangan 100.000 pertani produktif. Salah satu faktor penyebabnya adalah berkurangnya lahan karena alih fungsi lahan sehingga para petani memilih untuk beralih profesi.
"Kurang lebih sekitar 100.000 petani di Jawa Barat ini hilang, ada yang meninggal, ada yang lahannya alih fungsi atau ada juga yang beralih profesi," kata Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat Ahmad Hidayat di Bandung, Senin (2/8/2021), dikutip dari Antara.
Menurutnya, jika hal tersebut tidak diantisipasi oleh Pemprov Jabar maka ke depannya Jawa Barat akan menghadapi kelangkaan petani. Untuk itu, hadirnya Program Petani Milenial yang digagas oleh Pemprov Jabar bisa menjadi salah satu solusi regenerasi petani di provinsi itu.
Tujuannya, dari petani milenial tersebut selain regenerisasi juga untuk ketahanan pangan. "Kami dari Komisi II bersama-sama pemerintah provinsi perlu bekerja ekstra, karena memang menciptakan petani tinggal di desa tapi rezeki kota, itu bukan perkara mudah, ada kendala-kendala lahan dan sebagainya," kata Ahmad.
Baca Juga: Petani Sayuran Tetap Bertahan Ditengah Pandemi
Keterbatasan lahan
Sementara itu, terkait dengan peresmian Program Petani Milenial Tanaman Hias oleh Pemprov Jabar beberapa waktu lalu, Ahmad menilai program tersebut dilakukan untuk mengejar keterbatasan lahan yang selama ini menjadi kendala.
"Lahan 2.000 meter bisa menghasilkan penghasilan Rp 4 juta sebulan bagi petani. Saya kira programnya sudah cukup baik untuk awal. Ke depan kita perlu perbaiki bersama-sama," ujarnya.
Ia menegaskan regenerasi petani menjadi target utama untuk kembali meningkatkan ketahanan pangan di Jawa Barat. "Sekarang kita targetnya meregenerasi petani dulu, membentuk mental petani. Karena berbicara bisnis di pertanian sulit, tidak mudah, dapat uangnya susah, banyak tantangannya, setelah itu kita kejar ke target untuk ketahanan pangannya," kata dia.
Dengan demikian, ia menerangkan bahwa komoditas yang harus di dorong bukan lagi tanaman hias tapi komoditas yang bisa dimakan.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV/Antara